[FF Series] Marry a Boy (Chapter 7)
Marry a Boy
|| Author : Octhavia || Title : Marry a Boy || Cast : Xi Lu Han, Kang Eun Jae (OC), Wu Yi Fan || Rating : PG || Genre : Romance, Comedy, Marriage Life, AU and others || Length : Chaptered || Author's personal blog :
Happy Reading!!!
Eun Jae meregangkan badannya. Dirinya masih terlihat
lelah karena seharian kemarin ia habiskan menyedot debu dan mengelap semua
barangnya di Apartement. Sudah seminggu sejak kabar Papa LuHan mengalami kritis
dan bocah laki-laki itu jarang sekali pulang. Hasilnya, apartement mereka jadi
terlihat tak sebersih biasanya. Eun Jae tak menyalahkan siapapun, tapi, mengapa
seminggu ini ia cepat sekali merasa bosan? Dirinya bahkan tak tahu mengapa hal
semacam itu bisa terjadi.
Hari ini ia memilih pulang dari kantor lebih awal. Ia
perlu mengistirahatkan tubuh lelahnya. Melepaskan pikirannya dari tugas kantor.
Bersenang-senang dengan hal-hal yang ia sukai dan tentu saja berkumpul dengan
kebosanannya kembali.
Eun Jae merogoh dan mengeluarkan ponsel dari tasnya. Dia
mencari-cari kontak LuHan disana, setidaknya sebagai teman seapartementnya, ia
juga harus menanyakan kabar LuHan sekali-kali. Meski sebenarnya sadar atau tak sadar
ia melakukannya hampir setiap hari di seminggu terakhir ini atau bahkan datang
berkunjung ke rumah sakit menjenguk Papa LuHan diakhir pekan.
“Hai...” suara di seberang sana.
Eun Jae tersenyum “Hai...”
“Ada apa?”
“Apa malam ini kau akan pulang? Aku dalam perjalanan
pulang sekarang”
LuHan berdecak. “Ck, aku
tak yakin. Papa memang sudah baikan, tapi, sepertinya malam ini aku akan
menginap disini. Memangnya ada apa? apa sesuatu telah terjadi?”
“Tidak.... hanya
saja.... , sepertinya apartementku membutuhkanmu. Kau ingat lampu balkon,
sepertinya kemarin mengalami konselt dan juga kita mulai kehabisan bahan
makanan”
Eun Jae menelan salivanya. Hey... dia berbohong.
“Akh... baiklah, besok aku akan kembali dan
membenarkannya. Tapi kalau kau merasa itu sangat perlu, panggil saja penjaga
apartement”
“Tidak perlu. Aku akan menunggumu besok. Uhm....
a... Apa.. hari ini, aku perlu ke rumah sakit?”
“Tidak perlu. Papa sudah baikan. Lagipula besok aku akan
pulang”
“Oh... baiklah, kalau begitu aku akan tutup telefonnya”
“Tunggu...”
“Ada apa?”
“Bagaimana bisa kau menghabiskan bahan makanan?”
Eun Jae diam, dia lupa, diakan tidak bisa memasak.
“Oh.... uhm... itu... kau tahukan, bahan-bahan makanan organik tak begitu lama
bisa bertahan. Jadi beberapa aku buang, karena kurasa sudah tak layak”
“Baiklah..... kalau begitu besok kita juga berbelanja”
“Baiklah”
Eun Jae menutup teleponnya. Ia menarik nafas panjang dan
menghembuskannya perlahan. Gadis itu meneruskan jalannya menuju pintu
apartementnya. Namun saat dia hampir sampai di ujung lorong menuju pintu
apatemennya, langkahnya terhenti. Seseorang sudah menunggunya sampai bersandar
di dinding dekat pintu. Senyumnya yang menghangat terkembang begitu melihat Eun
Jae.
“Kris??” Eun Jae terpaku. Gadis itu diam melihat sosok Kris
berdiri didepannya untuk pertama kali setelah insiden melarikan dirinya.
“Selamat siang, Eun Jae-ah!”
Eun Jae masih belum terlepas dari rasa terkejutnya. Gadis
itu bahkan tak menyadari bahwa kini Kris
telah maju beberapa langkah mendekatinya.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Kris.
Eun Jae sedikit panik. Dia ingin melarikan diri lagi,
tapi rasanya dia tak mungkin bisa melakukan hal tersebut untuk kedua kalinya.
“Ba... baik”
Kris nampak tersenyum kecut. Ia seakan tak begitu
menyukai sikap Eun Jae kepadanya.
“Kau tak menanyakan kabarku?”
Kelopak mata Eun Jae berkedip dua kali lebih cepat. “Apa?
ah..... bagaimana kabarmu?”
“Tidak cukup baik”
“Kenapa?”
“Karena aku tak bersamamu”
Eun Jae terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat. Dia tak
mengerti dengan apa yang ia rasakan saat ini. Meski ada rasa kemarahan kepada Kris
yang tak tersampaikan, ia harus jujur, bahwa secara egois ia juga
merindukannya. Tapi bagaimana? Kris miliki Aurora dan itu fakta yang tak bisa
di sangkal.
Eun Jae tersenyum kecut. Memutar bola matanya sebentar
lalu menatap Kris lagi. “Big liar!”
ucapnya pelan.
Kini Kris yang tersenyum kecut. “Benar. Apa kau ingin
mengumpatku? Memakiku mungkin?”
“Tidak perlu” ucap Eun Jae. “Itu membuang waktuku.
“Baiklah, kalau begitu, bisa kita bicara? Ada sesuatu
yang harus aku bicarakan”
“Tidak ada yang harus di bicarakan”
“Dirimu, mungkin dirimu tak ada, tapi aku ada”
Eun Jae terdiam lagi.
“Tidak ada salahnya bukan, kita bertemu dan berbincang?
Sebagai teman. Lagipula, tidak ada yang perlu kau takutkan, karena kita sudah
tak memiliki hubungan apapun. Kecuali kalau kau sebenarnya masih memiliki
perasaan kepadaku....”
“Oke...” potong Eun Jae “Sore ini, tempatnya kau yang
menentukan”
Kris tersenyum sesaat. “Great Sapphire atau Kona
Beans, mana yang kau pilih?”
“Great Sapphire”
“Okay, kutunggu kau di sana”
“Sebentar...”
“Kita bisa bicarakan semuanya di sana saja, Oke..”
Kris berlalu begitu saja. Meninggalkan Eun Jae yang masih
terdiam.
***
LuHan
“Kau membiarkan Kris menemui Eun Jae?” tanya YiXing saat
mereka berada di kantin rumah sakit.
LuHan mengangguk. “Aku memberikan alamat apartemen Eun
Jae padanya kemarin. Aku harus membiarkan mereka bertemu, terutama Eun Jae. Ia
harus tahu, bagaimana perasaannya yang sesungguhnya.”
“Lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?”
“Entahlah, aku tak punya rencana apapun saat ini” LuHan
menyenderkan punggungnya ke kursi.
“Kau menyukai Eun Jae bukan? Apa kau hanya bermain dengan
dirinya?”
LuHan terdiam sejenak, “Aku menyukainya sedikit...” ucap
LuHan “Tapi mencintainya lebih banyak lagi”
YiXing menghembuskan nafasnya kesal. Ia hampir saja
menghajar LuHan jika ia tak menyelesaikan kalimat terakhirnya. Apa LuHan
bercanda dengan kalimat menyukai Eun Jae sedikit?
“Kau benar-benar membiarkan mereka bertemu, membicarakan
masa lalu mereka bersama dan bagaimana jika Eun Jae lebih memilih kembali
kepada Kris?”
LuHan terdiam lagi seakan berpikir. “Tidak semudah itu”
“Maksudmu? Semua itu mungkinkan?”
“Tentu, tapi aku yakin, gadis itu akan bimbang nantinya”
YiXing mengangguk-angguk. “Kalau begitu kita lihat apa
yang akan terjadi”
***
Di restoran Great
Sapphire, Eun Jae sudah duduk di sebuah meja yang terletak di sudut balkon.
Sambil menunggu kedatangan Kris ia mengamati seluruh ruangan yang interiornya
di dominasi bahan dari kayu dengan nuansa Asia. Sore itu restoran terlihat tak
begitu ramai pengunjung, sehingga dia dengan cepat mendapatkan meja kosong.
Tidak berapa lama, ia melihat Kris datang dan berjalan
kearahnya. Beberapa pasang mengekori lelaki tersebut, hal yang sangat biasa
dimanapun Kris berada. Perbedaannya sekarang adalah Eun Jae dapat melihat
beberapa orang yang kemungkinan mengenal Kris. Gadis itu menghembuskan nafas
kesal, ia sedikit menyesali keputusannya bertemu Kris hanya karena Kris memicu
pembicaraan tentang perasaan gadis tersebut.
“Selamat sore, Eun Jae-ah” sapa Kris seraya duduk di
kursi kayu dengan bantalan warna putih tulang terlihat sangat kontras dengan
warna gelap kayu yang melingkupinya.
“Selamat sore” jawab Eun Jae pendek.
Seorang pramusaji pria dengan kemeja putih dan celemek
hitam di pinggangnya menghampiri meja mereka. Tanpa bicara mereka segera
menekuri buku menu mereka dan memesan makanan. Kris memesan makanan dan segelas
anggur. Sedangkan Eun Jae hanya memesan teh bunga chamomile tanpa makanan.
Pesanan mereka datang bersamaan. Eun Jae langsung
mencicipi minumannya dan Kris menikmati sepotong daging yang ia pesan. Kris
mengamati Eun Jae, sesuatu yang selalu ia lakukan ketika ingin membaca apa yang
orang pikirkan.
“Kau masih marah padaku?”
“Menurutmu begitu?”
“Aku minta maaf... aku..... bahkan tak tahu harus berbuat
apalagi”
“Kau tak harus melakukan apapun”
“Membiarkanmu mendiamkanku dan menghindar dariku itu
menyiksaku”
Eun Jae terdiam. “Bagaimana kabar Aurora?” ucapnya
mengalihkan pembicaraan.
“Baik. Ia tengah hamil... tapi aku tak yakin itu anakku”
Eun Jae mengernyitkan alisnya. “Maksudmu?”
Kris menyenderkan punggungnya ke kursi “Aku menemukannya
berselingkuh di rumah saat kami di Canada”
Eun Jae terdiam lagi, gadis itu tak ingin terlibat lebih
jauh pada masalah interent seperti itu.
“Apa kau bahagia?” tanya Eun Jae sesaat kemudian.
“Kau bercanda?” Kris berdecak “Di hari paling
membahagiakanku saat pertunanganku dulu, tunanganku malah melarikan diri, belum
lagi aku malah menikah dengan seseorang yang secara tiba-tiba mengaku
mengandung anakku, parahnya ia berselingkuh di belakangku. Apa kau pikir aku
bahagia?”
Eun Jae mengalihkan pandangannya dari Kris. Gadis itu
lebih memilih melihat pemandangan yang terbentang dari atas balkon.
“Aku kembali ke Korea untuk menemukan kebahagiaanku yang
kutinggalkan dulu” lanjut Kris berterus terang.
Eun Jae kembali menatap Kris. “Bagaimana jika ia tak
mau?”
Kris menaruh garpu dan pisaunya, sepertinya ia tak
berniat melanjutkan makannya. “Bagaimana aku bisa tahu, aku belum mencobanya”
Eun Jae menarik nafas dalam. Kris benar-benar gila. “Aku
bukan barang atau pakaianmu yang seenaknya kau buang lalu kau pakai lagi, lebih
baik kau berhenti saja. Hiduplah dengan baik dengan keluargamu sekarang dan
diriku dengan kehidupanku”
“Dirimu dengan seseorang yang akan di jodohkan denganmu,
maksudmu seperti itu?”
“Bagaimana... kau tahu?” tanya Eun Jae.
“Seseorang memberi tahuku. Bukankah kau sendiri juga
bimbang dengan perasaanmu?”
Eun Jae terdiam, gadis itu enggan untuk berkomentar. Sore
ini ia cukup dibuat tak nyaman dengan pertemuannya dengan Kris. Selepas makan
mereka benar-benar berpisah, Kris menawarkan tumpangan kepada Eun Jae untuk
beberapa kali, namun gadis itu bersikeras menolaknya secara sopan dan lebih
memilih kembali ke apartemennya dengan naik bus umum.
***
Flashback On
LuHan mengecek alamat yang tertulis di layar ponselnya.
Benar. Alamatnya sama dengan yang dikirimkan Kris
kepadanya sore tadi. Dia kini memasuki gedung tinggi yang merupakan salah satu
gedung apartemen mahal di Seoul. Entahlah, LuHan sama sekali tak mengerti,
mengapa Kris mengajaknya bertemu di gedung apatemen lelaki saingannya itu di
malam hari seperti ini.
Bukankah dengan mereka bertemu disini, kemungkinan
istri sah Kris akan mencurigainya? Terlebih mereka akan membahas masalah
tentang Eun Jae.
LuHan menaiki lift dan memencet tombol lantai dimana
apartemen Kris berada. Setelah ia sampai di lantai apartemen Kris, laki-laki
itu berjalan pada pintu apatement dan mengetuknya.
“Menunggu lama?” tanya Kris tiba-tiba setelah pintu
terbuka.
“Tidak terlalu lama”
“Silahkan”
LuHan memasuki apartemen Kris, “Dimana istrimu? Kau menyuruhku
datang untuk membahas Eun Jae bukan?”
“Dia ada di kamar. Tentu, masalah kita masih berada di
sana, Kang Eun Jae”
LuHan tertawa menyindir, “Kau terlihat seperti lelaki
brengsek yang bahkan secara terang-terangan menyelingkuhi istrimu dengan wanita
lain di hadapannya”
Kris tersenyum, “Anggap saja kami impas, ia juga pernah
menyelingkuhiku”
LuHan berdecak, seakan tak habis pikir dengan apa yang di
pikirkan Kris saat ini, stigmanya
terhadap Kris yang hangat, baik dan dewasa jatuh begitu saja.
“Silahkan duduk” tawar Kris yang langsung di tanggapi
oleh LuHan yang duduk di sofa hitam berbahan kulit.
“Langsung saja, apa yang kau inginkan dariku?”
Kris berdeham, “Aku menyetujui penawaranmu. Bantu aku
mendapatkan hati Eun Jae kembali”
LuHan menatap tajam kearah Kris lalu tersenyum sinis.
“Baiklah, kesepakatan pertama kita, apapun pilihan gadis itu, kita akan
menerimanya”
“Tentu”
***
Pembicaraan keduanya terhenti sebentar. Seorang penjaga
datang membawa dua cangkir kopi yang Kris pesan. Ia meletakkan dua cangkir
diatas meja lalu segera pergi dari ruangan Kris yang bahkan mulai memanas tanpa
disadari.
“Penawaran apa yang kau maksud?”
“Eun Jae akan di jodohkan dengan orang lain. Namun gadis
itu masih bimbang pada pilihannya, jika kau beruntung kau masih bisa memiliki
dirinya” jelas LuHan.
Kris menaikkan satu alisnya ke atas. “Dengan siapa ia
dijodohkan?”
LuHan hanya tersenyum. “Aku memberikan penawaran padamu,
jika kau ingin mengambil kesempatan ini, hubungi aku”
Kris kembali mengernyit tak mengerti. “Beri tahu aku
siapa lelaki yang dijodohkan dengannya”
LuHan menatap Kris dalam. “Aku tak perlu membahasnya”
Kris bedecak, dirinya gusar di tempat duduknya. “Baiklah,
tapi aku masih belum sepenuhnya percaya padamu”
“Aku akan membuatmu percaya, setelah memberimu alamat
ini” LuHan memberikan secarik kertas pada Kris.
“Hubungi aku jika kau sudah mulai mempercayaiku” LuHan
berdiri, membungkuk hormat sebentar dan berlalu dari ruangan Kris.
Flashback off
“Aku pulang” LuHan melepas sepatunya dan langsung duduk
di sofa.
Buru-buru Eun Jae berdiri dari sofa. Gadis dengan
kacamata dan layar laptop yang masih menyala itu menghadap LuHan tidak suka.
“Hei... hei... kenapa kau pulang sangat larut? Tidak tinggal saja di rumah
sakit? Bukannya tadi mengatakan akan menginap disana?”
LuHan tersenyum. “Ada apa? Kau mulai mengkhawatirkan aku
ya?”
Eun Jae mengaruk kepalanya salah tingkah. “Jangan besar
kepala. Aku hanya bertanya”
LuHan terkekeh mendapati sikap aneh Eun Jae. “Bagaimana
kabarmu akhir-akhir ini tanpa diriku?
Kesepian? Aku jamin pasti kau benar-benar
kesepian” ucapnya, sembari berdiri berhadapan dengan Eun Jae.
Gadis itu kikuk, sangat menyebalkan baginya berhadapan
dengan LuHan sedekat ini. Bahkan Eun Jae tak menyadari pipinya merona karena
hal ini.
LuHan tersenyum, menyukai ekspresi Eun Jae. “Kau terlihat
manis” ucapnya melangkah pergi melewati Eun Jae begitu saja.
Eun Jae berdecak. “Sialan kau bocah” gumamnya kemudian
mengikuti langkah LuHan yang langsung menuju dapur. Lelaki itu membuka lemari
es untuk mengecek isinya.
“Kau benar-benar membuang bahan masakannya ya?”
Eun Jae bergumam.
“Yah... sebagian aku buang. Sebagian lagi kuberikan pada tetangga”
LuHan langsung menatap Eun Jae tajam. Membuat gadis itu
tersentak secepatnya. “Apa?? aku hanya
memberikannya karena takut jadi busuk jika disimpan terus” ucapnya membela
diri.
“Kau ini sedang baik hati atau apa? Kau sepertinya tidak
hanya memberikan sayurannya. Tapi juga beberapa kaleng sarden”
“Apa? benarkah?” Eun Jae langsung berlari mendekati LuHan
dan memastikannya. “Akh... pasti itu terbawa” lanjutnya.
LuHan menutup pintu lemari es dan beralih pada lampu
balkon yang terlihat remang-remang. “Kau belum menggantinya?”
Eun Jae mengikuti arah pandang LuHan, lalu mengangguk.
“Dimana lampunya?”
Eun Jae berlari ke arah laci di ruang televisi, menarik
laci kayu tersebut dan mengambil satu bohlam lampu baru. Gadis itu kembali
berlari ke arah LuHan yang sudah dulu berada di balkon apartement mereka.
“Kau, yakin bisa?” tanya gadis itu memastikan.
Tapi LuHan hanya terdiam sambil melihat-lihat lampu
remang-remang itu. “Kau bisa mematikan lampunya!” perintah LuHan. Eun Jae
mematikan saklar lampu. LuHan menarik kursi di balkon lalu menaikinya. Secara
hati-hati lelaki itu menggantikan bohlam lampu yang lama dengan bohlam lampu
baru yang di beri oleh Eun Jae.
“Sekarang kau bisa
menyalakannya” ucapnya setelah turun dari kursi.
Lampu itu menyala terang dan entah mengapa kali ini Eun
Jae di buat terkagum dengan LuHan. Yah... meski wajah LuHan terkesan cantik dan
usianya yang di bawah Eun Jae, tapi LuHan cukup keren untuk menjadi seorang
lelaki, bukan bocah lagi.
Eun Jae menghembuskan nafasnya. “Terima kasih” ucapnya.
Gadis itu masuk terlebih dahulu, kembali dengan pekerjaannya semula. Berkutat
denga tugas kantornya dan... pesan Kris.
Siapa yang tahu, jika sebelumnya, gadis itu mendapat
pesan singkat dari Kris sepulang dari pertemuan mereka sore tadi.
A/N : Hi!! Ya Tuhan! saya sudah lama banget nggak update ini cerita. hehehe maaf yah! yang penasaran dengan ceritanya sepertinya harus extra sabar dengan saya. saya nggak janji bakal update cerita ini soalnya. info aja sih, mungkin akan ada upgrade dari cerita Marry a boy. karena ternyata setelah saya baca dari awal lagi, Adoh..... banyak banget yang salah. Author juga nggak tahu kapan upgradenya tapi. Soalnya lagi proses mau buat cerita baru yang bener-bener berlawanan dari dunia fanfic author. Sabar ya.... yang masih nunggu cerita Marry a Boy author mengucapkan sejuta terimakasih buat kalian. Thank a lot dah pokoknya.
Komentar
Posting Komentar