[FF Chaptered] Marry a Boy (Chapter 2)




Marry a Boy (Chapter 2)



||Author : Octhavia || Title : Marry a Boy || Cast : Lu Han (EXO-M), Kang Eun Jae (oc), Wu Yi Fan 
(EXO-M)  || Rating : PG || Genre : Romance, Comedy, Marriage Life, AU and others || Length : 
Chaptered || Author’s personal blog : ||

Previous chapter : chapter 1



Aku tidak tahu, mengapa harus hidup dengan bocah yang paling menyebalkan meski kuakui dia tampan. Aku bahkan tak hanya terjebak olehnya. Tapi aku akan menikahinya suatu hari nanti. Masalahnya dia lebih muda, tidak sopan dan aku tidak tahu apa aku harus mengatakan ini atau tidak bahwa sebenarnya, dia…. dia…. gay. Believe it.


-Kang Eun Jae-                                                                


Dia gadis yang menarik, dia bahkan lebih terlihat kekanakan daripada umurnya dan aku. Dia payah dalam hal cinta. Dia mudah tersinggung. Dia bahkan memiliki peraturan cinta yang hanya membuatku tertawa setiap membacanya. Ya… dia calon istriku. Kata mama sih.


-Xi Lu Han- 




Eun Jae tidak tahu mengapa ia bisa se-apartement dengan Xi Lu Han. Sayangnya itu bohong. Bahkan Eun Jae sendiri yang membukakan pintu untuk Lu Han. Bahkan mempersilahkan bocah itu masuk. Lelaki itu tengah menyelesaikan kuliahnya program S1 dan Eun Jae tak peduli. Ia lebih peduli pada Cho Kyuhyun sebagai penyanyi favoritnya yang tengah sibuk konser dengan group boybandnya. Hingga diawal pertemuannya, ia mendapati satu kenyataan tentang Lu Han, dia gay.


***


Lu Han keluar apartement pagi-pagi sekali, laki-laki itu membawa setumpukan kertas putih di tangannya. Ia terlihat tergesa-gesa ketika mengejar bus pertama menuju universitasnya.


Lu Han terduduk di bangku dekat jendela. Ia teringat sesuatu yang tertinggal, buru-buru ia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku coatnya. Lu Han mengetik sesuatu disana dan mengirimkannya. Ia tersenyum melihat pemandangan pagi hari di Seoul.




“Dia hanya memberikan pesan seperti itu padamu?” Hyerin memutar bangkunya mendekat ke rubik Eun Jae.


“Iya. Bocah itu hanya meninggalkan pesan seperti itu padaku. Menyebalkan sekali bukan?”


Kepala Hyerin mengangguk-angguk setuju.”Taruhan. Pasti dia akan pulang terlambat lagi nanti malam”


Eun Jae terpaku.”Dia bilang sedang mengerjakan tugas dosen. Aku juga berpikir mungkin sebenarnya dia punya alasan lain. Tapi enggan memberitahuku”


“Kau berharap dia memberitahumu?” mata Hyerin menatap penuh selidik.


“Ti..tidak siapa yang berharap?”


“Kau tidak bisa berbohong Eun Jae-ah” goda Hyerin membuat Eun Jae menjadi sedikit salah tingkah. ”Jangan-jangan kau sudah mulai tertarik pada bocah itu?”


Eun Jae menggeleng keras. “Kau gila! Mana mungkin aku tertarik pada bocah itu? Tidak, tidak. Itu mimpi buruk tahu!”


Alis Hyerin terangkat.”Ya tuhan, kau tak bisa terus membencinya seperti itu, setidaknya dia cukup baik dengan selalu memasakkan makanan untukmu, meski masakan yang ia buat masih sedikit terbilang mudah. Kau harus ingat, batasan cinta dan benci itu benar-benar tipis. Kau bahkan tak akan pernah mampu untuk membayangkannya”


Eun Jae terdiam, sebenarnya ia ingin menyanggah apa yang Hyerin katakan. Tapi ia sendiri tak tahu harus menyanggahnya dengan apa. Yang Hyerin katakan memang benar.


“Ubah segera rasa bencimu itu sebelum malah kau menjadikannya boomerang, aku jamin itu lebih menakutkan ketimbang love at first sight


Eun Jae masih terdiam menatap layar monitornya, Hyerin telah kembali ke rubiknya. Gadis itu masih memikirkan yang Hyerin katakan. Bukankah semua itu benar?  Jadi, apa dia sebegitu bencinya dengan Lu Han. Ia rasa tidak.


Butuh beberapa menit untuk Eun Jae benar-benar lepas dari pemikirannya tentang Lu Han, dia tengah berada di kantor. Ia juga punya tugas setelah cuti satu harinya kemarin. Tidak mungkin ia mengabaikan tugasnya hanya untuk memikirkan Lu Han. Baiklah. Eun jae mengakuinya. Gadis itu memikirkan Lu Han kali ini.


***


Lu Han hanya duduk di bangku perpustakaan, dikanan-kirinya berserakan buku tebal, beberapanya masih tertumpuk rapi dan beberapa yang lain sudah terbuka pada halaman tertentu. Bahkan lelaki itu sibuk menuliskan bolpennya di selembar kertas. Sebegitu seriusnya hingga ia tak menyadari seorang lelaki menghampirinya dan terduduk di sampingnya.


“Apa aku terlambat?”Tanya lelaki itu.


Lu Han berhenti menulis dan menoleh kearah suara.”Akh… Seosangnim. Tidak, tentu saja tidak, aku malah yang merasa tak enak hati. Karena hanya mengirimimu pesan seperti itu tadi pagi”


Kris tersenyum.”Tentu saja tidak apa-apa. Anggap saja ini balasan terimakasihku atas bantuanmu kemarin, lagipula aku sendiri yang sudah mempersilahkanmu untuk menghubungiku jika butuh bantuan”


Lu Han tersenyum tulus, ia beruntung memiliki dosen seperti Kris Seosangnim.


Di usia mudanya kini bahkan Kris sudah menjabat sebagai Dosen Universitas, Kris juga sangat baik terhadap Lu Han, Lelaki itu sudah menganggap Lu Han adalah temannya karena mereka sama-sama berasal dari China, begitu katanya.


“Ekhem” Kris berdehem sebentar.”Jadi apa yang bisa aku bantu?”


Lu Han berpaling pada tas ransel yang ia bawa, Lu Han mengeluarkan satu berkas berwarna biru dari dalamnya. “Aku ingin meminta pendapat Seosangnim tentang penilitianku” ia serahkan berkas itu ke tangan Kris.


Kris mengernyitkan alisnya ketika membaca judul yang tertera tepat di atas kertas halaman pertamanya. Ia berpikir sebentar. ”Maaf Lu, tapi kau tak bisa memakai judul ini” Kris mengembalikan berkas itu ketangan Lu Han.


“Kenapa?”


Kris tersenyum tipis. ”Kau tak bisa hanya meneliti tentang kehidupan wanita karier saja. Karena tidak ada hal yang bisa di bandingkan di dalamnya, jika kau hanya meneliti mereka saja. Sekarang ini semua serba mengeser, social, ekonomi, gaya hidup. Terkadang kehidupan di desapun atau kehidupan wanita non karier tidak bisa kita prediksi”


Lu Han mengangguk mengerti.


“Ngomong-ngomong untuk apa berkas itu kau buat?” Tanya Kris penasaran.


“Tidak untuk apa-apa. Aku hanya membuatnya karena seseorang”  Lu Han tersipu ia menggaruk tengkuknya sedikit.


“Seseorang? Wah… kau sudah punya pacar rupanya” Kris tertawa pelan.


“Tidak seosangnim, dia bukan pacarku, hanya seseorang yang sedikit memberi bantuan kepadaku”


“Benarkah? Pastinya itu bantuan yang luar biasa untukmu hingga kau sangat tertarik untuk membuat penelitiannya”


Lu Han tersipu. Laki-laki itu terlihat sangat menggemaskan ketika tersipu seperti itu.


“Lu.. maaf aku harus pergi, masih ada kelas yang harus kumasuki pagi ini”  Kris berdiri dari tempat duduknya dan menatap Lu Han.


“Akh… maaf merepotkan seosangnim, pagi ini”


“Tak apa, oya… jika tak keberatan kau bisa memanggilku Kris saja bila tak di universitas”


Lu Han menatap ragu. ”Apa itu boleh?”


Kris menarik sudut bibirnya. Lelaki itu tertawa lagi. ”Tentu saja, ini aku yang meminta. Tidak masalah untukku”


Lu Han hanya menganggukkan kepalanya.


 “Aku pergi dulu Lu”


Lu Han menagguk, dia berdiri dan membungkuk hormat. “Terimakasih untuk hari ini” ucapnya.


Kris hanya menangguk dan pergi beranjak dari tempatnya.


***


Memo hijau berbentuk Dino berputar-putar di tangan Eun Jae sekitar lima menit lalu. Gadis itu masih menatap tulisan yang tertera disana.


Tadi pagi ketika ia terbangun dan berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air, ia menemukan memo itu terselip diantara magnet-megnet lemari es yang sengaja ia koleksi.


Tentu saja Lu Han yang memberinya. Lelaki itu memang belum terlihat sejak Eun Jae keluar dari pintu kamarnya. Pintu kamar Lu Han tertutup rapat. Eun Jae yakin memo itu dari Lu Han. Bukankah mereka hanya berdua di apartement ini.


Aku tahu kau menungguku tadi malam. Maaf ingkar janji. Seharusnya aku pulang lebih awal, iyakan?. Aku tengah mengerjakan tugas dari dosen. Beri aku semangat. Itu sangat membantu, terimakasih. Aku telah menyiapkan sarapanmu di meja makan. Makanlah yang baik.


Sebenarnya jika memo itu tertulis seperti itu, tentu saja Eun Jae tak akan merasa kesal tadi pagi atau malah Eun Jae akan segera memeriksakan otak Lu Han yang entah mengapa menjadi terlihat luar biasa berbeda. Mungkin sajakan tadi malam seseorang telah mencuci otak bocah itu.


Dan benar jika itu hanya angan-angan Eun Jae semata. Nyatanya Lu Han masih terlihat normal dan Eun jae tak perlu memeriksakan otak Lu Han. Karena pada nyatanya memo itu terlihat seperti ini.


Hei, perawan tua! Jangan menungguku! Kau terlalu gengsi rupanya. Aku siapkan roti isi di meja. Kau bisa memakannya jika kau mau sih. Aku tidak memaksa. Oya, berapa umurmu? Sepertinya kau nampak lebih tua karena terus mengoceh setiap hari. Berhentilah!


Eun Jae menyemburkan air dari dalam mulutnya hingga sedikit mengenai pintu lemari es.


Percaya! Eun Jae akan memukul Lu Han jika bocah itu kini berdiri di depannya. Sayangnya, tidak. Lu Han telah pergi begitu pagi yang bahkan ia sendiri tak tahu tepatnya kapan.


“Apa aku benar-benar terlihat tua?”  Eun Jae bertanya menuntut kearah Hyerin.


Hyerin mengamati setiap inchi wajah Eun Jae. Gadis itu sangat cantik sebenarnya. Dia tak terlihat tua sama sekali hanya saja memang sedikit terlihat lebih dewasa. Itu wajar, kan? Umur mereka selalu bertambah tiap tahun dan itu tak bisa di sangkal.


“Sedikit”  Hyerin mengangkat jemarinya dan membentuk jarak lima centi di antara telunjuk dan ibu jarinya.


Eun Jae menatap tak suka. “Kau mengatakan sedikit hanya untuk menenangkanku?” ia mempautkan bibirnya.


Hyerin langsung menggeleng. “Tidak. Tentu saja tidak. Kau memang hanya sedikit terlihat dewasa. Itu wajarkan?” Ia merasa bersalah atas penyataannya tadi.


Eun Jae kini menggembungkan sebelah pipinya. “Kau benar.” gadis itu sedikit berfikir. “Mau kesalon sepulang kerja?”


Hyerin menoleh pada Eun Jae. Menatap heran. “Tumben”


Eun Jae hanya tersenyum lebar. “Sedang ingin saja”


                                                                              ***


Mereka berbelok pada salah satu salon yang masih buka sepanjang deretan toko di Gangnam. Tentu bukan salon biasa. Itu salon yang sering Hyerin dan Eun Jae kunjungi jika mereka sedang ingin merawat tubuh mereka. Seperti hari ini.


Salonnya memang tak terlalu besar dan tidak terlalu padat pengunjung, mengingat ini bukanlah weekend. Tapi Hyerin dan Eun Jae bisa melihat dua orang gadis muda tengah terduduk berdampingan. Mereka tengah mengeringkan rambutnya. Selain itu sepertinya tak ada tempat kosong lagi.


“Apa kita harus menunggu  mereka?” Tanya Hyerin menoleh pada Eun Jae yang rupanya telah terduduk di sofa biru beludru.


“Mau bagaimana lagi? Satu-satunya yang hampir selesai itu mereka” Tangan Eun Jae terlalu gatal untuk tak menyentuh majalah di meja. Ia membiarkan Hyerin yang sedikit menggerutu di tempatnya berdiri.


“Seharusnya kita membuat janji untuk reservasi dulu”


“Aku lupa. maaf ” Eun Jae menyilangkan kakinya dan menyender pada sofa. Menikmati majalahnya. Hyerin pun melakukan hal yang sama. Gadis itu ikut-ikut mengambil tempat dan  majalah.


“Kau tahu Lu Han?”


Eun Jae mendongak kaget mendengar nama orang yang tinggal satu atap dengannya di dengungkan. Dia tak menderita kekurangan pendengaran, sangat jelas. Nama Lu Han di sebutkan tadi.


“Lelaki dari China itu?”


Eun Jae masih mencoba mencari. Mengedarkan pandangannya dari setiap sudut. Mempertajamkan pendengarannya diantara bising-bising alat-alat yang berdengung disana. Membiarkan Hyerin tetap menikmati majalahnya.


“Xi Lu Han itu sangat tampan”


“Aku rasa, aku mulai menyukainya”


Ketemu! Tentu saja. Dua gadis itu. Gadis yang sama yang tengah menyelesaikan tatanan rambutnya sekarang. Mereka cantik dan terlihat muda. Sial. Eun Jae rasa dia kalah telak sekarang. Bahkan gadis-gadis itu sepertinya cukup kaya. Beberapa barang yang melekat disana adalah produksi limited dari perusahaan seperti Channel dan Prada. Bukannya ia tak punya barang dari perusahaan itu juga. Tapi bahkan dia bisa mendapatkan barang itu setelah bekerja. Sedang mereka?


 “Memangnya ada apa dengan Lu Han?”


Telinga Eun Jae terpasang baik. Gadis itu terlihat bergeser sedikit. Sayangnya kedua gadis tadi malah berbisik. Mempersempit kemungkinan untuk dirinya bisa menguping. Setelahnya hanya terdengar cekikikan kecil.


“Kau yakin? Dia sangat terkenal. Banyak gadis yang mengejarnya”


“Kurasa karena ia tak tega untuk menolak. Dia cukup baik”


Eun Jae menaikkan alisnya. Beberapa pertanyaan seakan bermunculan di otaknya. Apa mereka masih membahas Lu Han? Apa Lu Han yang mereka maksud Lu Han yang sama? Apa Lu Han benar-benar sekeren itu? Dan apakah Eun Jae harus berjalan mendekati mereka dan menanyakan langsung?


“Kau sedang apa?”Tanya Hyerin. Gadis itu merasa aneh dengan gelagat mencurigakan Eun Jae yang lebih terlihat seperti seorang penguntit.


Eun Jae hanya tersenyum dan mengisyaratkan Hyerin untuk menghiraukannya. Tapi bukan Hyerin jika gadis itu tak ikut penasaran. Ia juga bergeser dan mendekatkan telinganya. Persis seperti yang Eun Jae lakukan. Kali ini sepertinya mereka berdua sukses menjadi penguntit dadakan.


“Tentu saja. Dia sangat baik. Sayangnya dia cassanova”


Eun Jae dan Hyerin bertatap  muka. Hyerin tak tahu apa yang sebenarnya di dengarkan olehnya. Bahkan gadis itu hanya mengedikkan bahunya tak mengerti.


“Lu Han. Sepertinya aku harus mencoba mendekatinya”


Eun Jae bangkit dari duduknya setelah beberapa detik berikutnya ia hanya mendengar cekikikan tak penting dari dua gadis tadi. Sedang Hyerin, gadis itu mulai sedikit mengerti.


“Kau cemburu?”


Eun Jae menatap Hyerin yang masih duduk di tempatnya.


“Tidak. Aku hanya ingin memastikan saja. Apa orang yang mereka maksud sama dengan yang aku kenal” jawab Eun Jae.


“Lalu, kau mendapat jawabannya?”


Eun Jae menggeleng.”Belum pasti sih. Tapi kurasa  keduanya sama”


Hyerin mengangguk setuju.”Kalau begitu pastikan itu benar atau tidak”


“Dengan?”


Hyerin menyeringai. Gadis itu seketika terlihat seperti rubah licik. “Ikuti caraku”

***


“Apa tidak apa-apa membohongi mereka seperti ini?” wanita setengah abad terduduk di sofa merah maron bermahkota yang sangat tinggi. Si tepiannya terukir sulir-sulir akar yang terbuat dari kayu berwarna coklat.


“Tidak apa-apa. Aku hanya meminjam anakmu sebentar. Selama gadis kecilku itu tak merasa begitu terganggu. Aku rasa ini satu-satunya jalan” dari seberangnya, terduduk pula wanita setengah abad yang terlihat sangat anggun dan rapi.


“Aku mengkhawatirkannya”


Wanita anggun dan rapi itu menoleh. Mencari kepastian dari wanita di seberangnya.”Kau tidak berniat untuk memberitahu merekakan?”


Wanita yang ia maksud hanya terdiam. Percakapan mereka sedikit terhenti ketika seorang pelayan mengalirkan sebangsa teh ke gelas mereka bergantian.


Kepala wanita di seberang sana menggeleng. Membuat wanita anggun dan rapi itu merasa luar biasa lega.”Aku tidak tega. Mungkin juga hanya dengan cara ini”


“Terimakasih” Wanita anggun dan rapi itu tersenyum tulus.


“Aku harap ini tak akan lama”


“Tentu”


***


Kris menutup kelas sorenya sejak seperempat jam yang lalu. Tapi sepertinya lelaki itu masih betah berlama-lama di dalam kelas. Ia masih duduk di kursi dosen sembari melihat langit dari jendela di sana. Dia sudah menikah. Kris mengangkat jemarinya dan melihat satu cincin tersemat di jari manisnya. Cantik.


Dia hanya terdiam seakan pikirannya melayang kembali ke peristiwa-peristiwa di masa lalu. Tanpa dirasa dering ponselnya menyala. Sebuah pesan masuk. Kris mencoba mengapai ponsel yang ia letakkan di samping tas kerjanya dan membuka pesan itu cepat.


From : Aurora
Apa hari ini kau akan pulang, Kris?


Kris menghembuskan nafas berat. Lelaki itu mengetikkan sesuatu disana dan mengirimkannya. Ia memang egois dan Kris sangat tahu hal itu. Ia lelaki yang bisa melakukan apa saja sesuai kehendaknya dulu. Dia akan melakukan apa saja agar semua yang ia inginkan berjalan sesuai rencananya. Dia lelaki ambisius.


Semua harus sempurna.


Semuanya harus mengikuti caranya.


Tak peduli seseorang terluka karenanya.


Atau bahkan dia tak peduli akan luka di hatinya.


Semua harus menjadi sempurna.


Sesuai keinginannya.


***


Hyerin tengah berpikir di kursinya sembari seorang tangan hair style ‘menyentuh’ rambutnya beberapa kali. Eun Jae tengah melakukan manicure. Rencananya gadis itu akan memberi warna merah pada kukunya nanti. Merah maron mungkin.


“Kau benar-benar yakin si bocahmu itu seorang gay?”


Eun Jae menoleh dan melotot pada Hyerin. Ya Tuhan.. ini tempat umum dan Hyerin baru saja mengatakan hal pribadi disini. Eun Jae bahkan bisa merasakan wanita yang tengah memegang tangannya, hair style Hyerin dan beberapa orang disana menoleh ke arah mereka.


Tapi setelahnya seakan mereka kembali tak peduli dengan percakapan Eun Jae dan Hyerin.


“Aku yakin. Bocah itu sendiri yang mengaku padaku”


“Mengaku bahwa dia seorang gay?”


Eun Jae menatap Hyerin. Gadis itu memberi sedikit jeda.”Hampir”
     

Hyerin kembali berpikir. Baiklah, gadis satu ini sudah cukup berpikir lama setelah ia melakukan hal gila. Dia berbohong sebagai agen penyalur model kepada dua gadis yang mengaku sebagai teman Xi Lu Han. Iya, Xi Lu Han. Lu Han yang masih sama satu atap dengan Eun Jae. Binggo! Tebakan Eun Jae benar.


Tapi Hyerin tak habis pikir. Sebenarnya seperti apa Xi Lu Han. Selama ini semua yang Eun Jae katakan tentang Lu Han benar-benar berbanding terbalik dengan pernyataan gadis-gadis tadi.


“Maaf. Sepertinya tadi kalian berbicara tentang seorang lelaki. Boleh aku tahu siapa dia? Dari cerita kalian sepertinya dia sangat tampan. Bisa jadi aku mengajukannya juga sebagai model pria”


Kedua gadis tadi saling menatap. Saling melemparkan pertanyaan tersirat dari sorot-sorot matanya.


“Maksudmu Xi Lu Han?”


 “Apakah namanya Xi Lu Han?” Benar! Hyerin bertanya antusias seperti menemukan cincin berlian enam karat di saku celananya.


Gadis berambut blonde menangguk.”Kami teman kampusnya. Dia tampan, baik, ramah dan banyak yang menyukainya”


“Dia juga sering berkencan dengan teman-teman perempuan di kampus”


“Bukannya laki-laki?” Tanya Hyerin


“Laki-laki?” si gadis blonde menatap pada temannya yang hanya terdiam di sampingnya. Lalu tiba-tiba mereka saling melempar tawa.


“Kau pikir Lu Han gay?”


Hyerin termangu. Hei… Eun Jae harus mendengar ini. Yah.. meski Hyerin tahu Eun Jae pasti tengah mendengar dengan baik di balik rak, tempat penguntitan mereka sebelumnya.


Kemana Lu Han yang menyebalkan. Lu Han yang menjengkelkan. Lu Han yang ingin Eun Jae lempar dari atas menara Namsan. Lu Han yang gay. Lu Han si bocah dua tahun lebih muda yang tidak sopan. Lu Han Lu Han lain yang diceritakan Eun Jae padanya? Kemana? Gadis itu bahkan tak menemukan sosok Lu Han di mata Eun Jae di dalam percakapannya dengan para gadis-gadis yang (mengaku) teman Lu Han. Tidak. Tidak. Sama sekali tidak menemukan.


Sepertinya gadis itu harus menyempatkan waktu untuk tahu siapa Lu Han yang sebenarnya. Tentu. Harus.


***


“Lu?” Jong In menatap Lu Han saat lelaki itu terduduk di bangku taman dekat universitas.


Langkah Jong In mulai mendekat sedangkan Lu Han hanya mampu menatap Jong In tanpa melakukan suatu hal apapun. Lelaki itu terlalu terkejut akan kedatangan Jong In.


“Kau benar-benar Lu Han kan?” Jong In langsung memeluk tubuh Lu Han setelah ia merasa pasti, meski Lu Han sendiri belum mengiyakan pertanyaan Jong In.


“Dimana Song jin? Apakah dia masih bersamamu?”


Lu Han masih terpaku. Ia tak mampu menjawab. Nama itu kembali masuk dan terdengar olehnya. Song Jin.


“Kenapa kau hanya diam?”


Lu Han mengedipkan matanya beberapa kali. Jong In datang disaat yang kurang tepat.




Tbc (?)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[FF Oneshoot] Really Love You...

SKSD