FF [Series] Marry a Boy Chapter 1




Marry a Boy  (Chapter 1)



||Author : Octhavia || Title : Marry a Boy || Cast : Lu Han (EXO-M), Kang Eun Jae (oc), Wu Yi Fan (EXO-M)  || Rating : PG || Genre : Romance, Comedy, Marriage Life, AU and others || Length : Chaptered || Author’s personal blog :



Aku tidak tahu, mengapa harus hidup dengan bocah yang paling menyebalkan meski kuakui dia tampan. Aku bahkan tak hanya terjebak olehnya. Tapi aku akan menikahinya suatu hari nanti. Masalahnya dia lebih muda, tidak sopan dan aku tidak tahu apa aku harus mengatakan ini atau tidak bahwa sebenarnya, dia…. dia…. gay. Believe it.

-Kang Eun Jae-                                                                



Dia gadis yang menarik, dia bahkan lebih terlihat kekanakan daripada umurnya dan aku. Dia payah dalam hal cinta. Dia mudah tersinggung. Dia bahkan memiliki peraturan cinta yang hanya membuatku tertawa setiap membacanya. Ya… dia calon istriku. Kata mama sih.

-Xi Lu Han- 




Eun Jae tidak tahu mengapa ia bisa se-apartement dengan Xi Lu Han. Sayangnya itu bohong. Bahkan Eun Jae sendiri yang membukakan pintu untuk Lu Han. Bahkan mempersilahkan bocah itu masuk. Lelaki itu tengah menyelesaikan kuliahnya program S1 dan Eun Jae tak peduli. Ia lebih peduli pada Cho Kyuhyun sebagai penyanyi favoritnya yang tengah sibuk konser dengan group boybandnya. Hingga diawal pertemuannya, ia mendapati satu kenyataan tentang Lu Han, dia gay.
 

Eun Jae Love Rules.

1.      Just Kyuhyun my idol and i do not even want to imagine that i will falling in love with other people or artist.
2.      I not believe love at first sight, if someone tell me that, i thought he just bullshit.
3.      I hate player, i hate flattere and i hate someone broken my heart.
4.      I not closed my heart to other boy although my biased Cho Kyuhyun and always Cho Kyuhyun.
5.      I have list boy’s in my life they can intered in white group, grey group or black group, but i hate black group.
6.      Age??? Yeah this problem, i look boy’s from his age, i hate if my partner his younger’s from me.


 Regards,  

Kang Eun Jae

Lupakan.


Berhenti membaca.


Ini melelahkan, Eun Jae sudah sangat paham akan hal ini.


Aturan itu sudah tak berguna.


Karena seorang yang bermarga Xi.


Xi Lu Han.

                                                                                      ***

Jadi, berawal dari perjodohan gila yang di lakukan oleh ibu dari ibu dari ibu dari ibu dan dari ibuku, dengan ayah dari ayah dari ayah dari ayah dan dari ayahnya, masalah ini sepertinya begitu rumitkan, bahkan aku tak akan mengulangi untuk menjelaskannya lagi, walau itu di paksa, karena itu melelahkan.

 Mereka membuat kesepakatan tentang perjodohan bodoh  untuk generasi ke-6 dari masing-masing keturunannya. Sialnya aku yang harus terlahir dari generasi ke-5 dari pihak wanita. Dan itu berarti akulah generasi ke-6. Tidak, aku tidak menyalahkan perjodohan itu, oh…  malah seharusnya aku bersyukur, seakan nenek dari nenekku itu tahu jika cucunya yang satu ini memang tak  memiliki seorang kekasih, jadi bukan letak kesalahan perjodohan yang jatuh padaku.

      My Rules number six : Age???

Yeah this problem, I look boy’s from his age, i hate if my partner his younger’s from me.



Dan Lu Han,




Dia 2 tahun




lebih muda dariku,




itu….. Masalahnya.






      “Annia…. Eomma!” aku terus merengek layaknya anak kecil yang tak di belikan mainannya, ini kejam.


      “Eun Jae-ah! tapi ini baik untuk kesehatanmu, cobalah cicipi dahulu!”


Aku mengambil sumpit dan menjempit beberapa helai sayur di dalam tempat makan yang di bawa eomma, warnanya hijau dan terlihat sangat tidak enak.


      “Cha! Makanlah, itu akan memulihkan sedikit tenagamu, sisakan sedikit untuk Lu Han, dia pasti lelah sepulang dari kuliahnya”


      “Oh… eomma! Aku tak bisa memakan ini!”


      “Aigo… kau ini, apa yang salah dengan sayur itu, dari dulu kau sangat tidak suka sayur, tapi kali ini eomma memaksamu memakannya, arrachi! Cha! Makanlah!”


Percuma aku merenggek atau bahkan meminta sambil bersujud di kaki eomma, sepertinya eomma benar-benar bertekad ingin membunuhku dengan menyuruhku memakan sayur hijau jelek ini.


Aku mendekatkan sumpit kearah mulutku dan melahapnya dengan terpaksa, oh… ini tak lebih baik dari apa yang kufikirkan, tidak enak.


      “Eomma simpan makanan yang lain di dalam lemari es, jika sewaktu-waktu kau dan Lu Han lapar, kau bisa makan dengan kimchi atau sup rumput laut. Tapi khusus untuk sayur itu, kalian harus menghabiskan hari ini juga, terlebih dirimu, Kang Eun Jae!”


Aku menatap malas kearah eomma yang sibuk di dapur. “Itu tidak perlu eomma, Lu Han bisa memasak dan jika aku lapar aku hanya perlu mengetuk pintu kamarnya dan menyuruhnya membuatkanku makanan”


      “Aigo… kau ini calon istrinya, seharusnya dirimu yang memasakkan makanan untuk Lu Han, bukan Lu Han yang memasakkan makanan untukmu”


      “Eomma, jika dari dulu aku yang memasak, aku yakin apartement ini sudah tak berbentuk karena kebakaran, dan akan menjadi Headline besar di surat kabar ‘ Sebuah apartement terbakar karena seorang gadis yang mencoba memasak’ itu akan sangat lucu eomma, lagipula Lu Han tak keberatan untuk membuatkanku makanan” ocehku, sedang Eomma mulai berkemas.


      “Aish… kau ini, sudah makan sayurannya, eomma akan pulang ke rumah, jaga dirimu baik-baik dan selalu beri kabar eomma, Annyeong!”


      “Perlu kuantar?”tawarku.


Eomma menggeleng pelan.”Tidak perlu, kau tunggulah Lu Han, mungkin sebentar lagi dia akan datang!”


      Aku mengangguk. “Ne, Annyeong, hati-hati di jalan eomma!” aku melambaikan tangan pada eomma.


Kenapa? kalian bertanya padaku ya? tentang kenapa bocah bermarga Xi  itu bisa se apartement denganku, baiklah aku beri tahu, tapi hilangkan dulu alis yang mengkerut ingin tahu itu dan mata menyipit kalian. Ehem… Lu Han, dia adalah  Roomateku untuk sementara, sebelum kami benar-benar siap untuk menikah. Kami menikah. Kami.Lu Han dan aku.menikah. Aku tak bisa membayangkan akan menikahi lelaki seperti Lu Han, lelaki yang lebih cantik daripada diriku sendiri, yang lebih bisa memasak dari pada diriku dan sialnya memiliki suara emas yang seakan membuatku melayang jika mendengarkannya –aku pernah mencuri dengar dari kamarnya yang bersebelahan denganku-. 


Aku menatap  sayuran di meja, hueh masih banyak dan aku harus menghabiskannya? Aku jamin aku akan mati setelahnya. Cho Kyuhyun… bantu aku!!


                                                                              ***


Jam dinding putih sudah menunjukkan pukul delapan malam dan Lu Han belum sama sekali menunjukkan batang hidungnya.


Apa dia benar-benar sibuk akhir-akhir ini? Atau jangan-jangan dia tengah berkencan di luar sana. Oh… baiklah siapa yang peduli dia tengah apa sekarang. Bahkan aku tak peduli. Ya… tak peduli tapi sedikit mengkhawatirkannya? Akh.. konyol! Dia pasti baik-baik saja. Diakan cukup dewasa dan aku bukan baby sisternya. Ingat itu.


Aku membalik halaman majalah Vogue di tanganku sembari terduduk selanjar di sofa televisi. Sedikit mendesah.


“Apa aku harus menelfonnya?” aku melirik ponsel di atas nakas, menimang-nimang tentang pikiranku untuk menghubungi Lu Han atau mungkin malah mengabaikannya saja.


“Atau… aku kirimkan pesan saja?” racauku.


Ish…. Menyebalkan sekali.


Seharusnya jam lima sore ini dia sudah berada di Apartement. Bukankah itu janjinya tadi pagi sebelum dia berangkat ke kampusnya. Lain kali aku tak perlu mempercayainya lagi.


Tit… tit…


Aku mendengar bunyi tuts pintu dan beberapa saat setelahnya seseorang melenggang masuk. Lu Han. Dia terlihat masih sama sejak tadi pagi kecuali kulitnya yang sedikit kelihatan kusam, mungkin karena sengatan matahari.


Dia meletakkan sepatunya di rak dan menggantikannya dengan sandal beruang berwarna coklat lengkap dengan mulut, garis bibir dan mata kecil menggemaskan. Bahkan aku tak pernah diijinkannya untuk memakai sandal yang sama.


“Kau disini?” tanyanya.


Aku berpura-pura mengabaikannya dengan sibuk dengan majalah Vogue.


“Tentu saja. Ini apartementku. Aku berhak melakukan segalanya disini” ujarku masih sibuk membalik-balik beberapa halaman.


“Kau menungguku?” Lu Han yang masih setia berdiri, menatapku dengan mata besarnya.


Ku letakkan majalah di atas nakas dan mengambil ponselku lalu berdiri menghadapnya. “Buat apa? aku tidak peduli denganmu”


Lu Han hanya menganggukkan kepalanya perlahan dan membulatkan bibirnya. “Baiklah, kalau begitu aku tak perlu meminta maaf padamu karena pulang terlambat”


Bocah itu berjalan melewatiku dan memasuki kamarnya.


Hanya itu?


***


Lu Han keluar dengan menggunakan kaos putih polos berlengan pendek dan celana tiga perempat, beberapa air menetes dari rambut basahnya.


Bohong jika Lu Han tak menarik, bahkan Eun Jae yang tengah berada di dapur harus sedikit menahan sesak ketika melihat Lu Han berjalan kearahnya.


“Kau tidak pergi kerja?”


Gelas yang masih berisi setengah itu Eun Jae letakkan di meja dan menatap Lu Han tajam.”Hei! Aku dua tahun lebih tua darimu! Seharusnya kau memanggilku nuna”


“Kepada perawan tua sepertimu?”


Eun Jae melirik pada Lu Han yang tengah membuka pintu lemari es.


“Kau berkata apa bocah?”


“Perawan tua. Benarkan? Aku tidak pernah melihatmu berkencan selama ini” Pintu lemari es tertutup perlahan.”Kenapa banyak sayur dan kimchi?”


Eun Jae terdiam enggan menjawab.Ia mengambil gelasnya kasar.Meminum sisanya sampai habis.”Kau mengataiku perawan tua? Yang benar saja! Yak, bocah! kau ini menumpang” Mata Eun Jae menatap galak kearah Lu Han.


“Apa yang salah? Sepertinya aku bicara yang benar” Lu Han memasang wajah paling tidak berdosanya, seakan ia benar-benar tak paham akan situasinya.


Gadis itu geram, Ia masih menatap pada Lu Han.”Sialan kau” ia berjalan marah menuju sofa televisinya.


Lu Han menatapnya biasa, menaikkan sedikit pundaknya dan entah  mengapa segurat senyum tiba-tiba tertarik dari bibir tipisnya.


“Kau belum menjawab pertanyaanku, darimana kimchi dan sayurnya?”


Volume televise terdengar begitu besar bagi Lu Han, tentu saja gadis itu menambah volumenya menjadi yang paling tinggi. Aksi protes yang menunjukkan gadis itu benar-benar marah padanya.


Lu Han berdecak, ia melangkah mendekat ke layar televise dan mematikannya begitu saja tak peduli Eun Jae yang menatapnya dengan tatapan paling membunuh.


“Kau bisa menjawab diriku sekarang. Darimana kimchi dan sayurnya?” ulang Lu Han lebih menekankan pada pertanyaan terakhirnya.


Eun Jae menatap jengah. Ia bahkan sedikit melempar remote televise di atas sofa.”Eomma yang membawanya”


“Bibi kemari? Kenapa tak memberitahuku?”


“Yang datang kesini eommaku, bukan mamamu, jadi apa aku harus menghubungimu?”


“Ya… Tuhan! Setidaknya aku perlu memasang muka di depan eommamu, tidak mungkinkan aku memberikan gambaran jelek tentang diriku sendiri yang mungkin terlihat menelantarkanmu”


“ Kau pikir aku anjingmu?” Eun jae ingin mengumpat tapi sebisa mungkin ia tahan, ia sudah mengumpat bocah itu tadi.


“Tentu saja tidak, bagaimana bisa aku menyamai perawan tua yang kekanakan sepertimu sebagai anjingku yang terlihat lebih dewasa”


Eun Jae gondok! Sumpah demi apapun Eun Jae gondok! Jika ia tak mengingat perjodohan sialan dengan Lu Han, ia pasti sudah menendang bocah itu keluar. Mencabiknya dan membiarkannya menjadi gelandangan di luar sana. Tidak peduli Lu Han yang mungkin akan menjadi gelandangan tampan sekalipun.


“Mau ku buatkan makanan lain? Aku tahu kau tak suka sayuran” Lu Han menyilangkan kedua tangannya di dada.


Bibir Eun Jae mempaut, gadis itu menghembuskan nafas pelan,”Terserah” ia berdiri dan melarikan diri ke kamarnya.


***


Tiga menit lalu Lu Han mengetuk pintu kamar Eun Jae dan menyuruh gadis itu makan. Dan sekarang di meja makan Eun Jae telah di hadapkan dengan semangkuk sup macaroni hangat. Gadis itu melirik kearah Lu Han yang duduk di depannya. Bocah itu bahkan hanya memakan kimchi dan sayuran yang eommanya bawa tadi siang, sama sekali tak memakan sesuatu yang ia buat sendiri. Kecuali semangkuk nasi yang ia nanak sedari tadi pagi.


Setengah tak percaya, Eun Jae menyentuh piring-piring di hadapan Lu Han yang tengah makan, tebakannya benar, bahkan Lu Han tak sama sekali menghangatkan makanan itu, bukankah sayuran itu dingin sekali sekeluarnya dari lemari es.


“Kenapa? Kau mau mencobanya?” tanya Lu Han menatap aneh kearah Eun Jae.


Eun Jae menggeleng. “Kau tidak menghangatkannya?”


Lu Han memasukkan sesendok penuh campuran nasi dan kimchi kedalam mulutnya. Ia menggeleng untuk membalas pertanyaan Eun Jae.


“Aku tidak sempat, membuatkanmu sup sudah begitu memakan waktu. Aku harus segera menyelesaikan tugas dari dosen” tambah Lu Han beberapa saat setelahnya.


Eun Jae menelan sup macaroni di dalam mulutnya. Ia merasa sedikit bersalah pada Lu Han.


Setelahnya mereka sama-sama menikmati makanan mereka masing-masing. Sama sekali tak melanjutkan percakapan kecil di atas meja makan.


***


“Gege… aku merindukanmu”


“Oh… aku tahu, tapi kau tak bisa keluar dari sana, tenang saja, kau tak akan mati hanya karena tinggal bersama gadis itu”


Lu Han mendengus sebal.”Kau tahu Gege, bahkan dia lebih mengerikan ketimbang anjing Suho yang galak”


Seseorang tertawa dari seberang sana .”Bagaimanapun juga, dia calon istrimu”


“Aku tidak habis pikir, bagaimana kakek dari kakekku itu bisa menjodohkanku dengan gadis sepertinya”


“Kau harus menerima takdirmu, lagipula kau bahkan tak pernah terlihat berkencan setelah dua tahun lalu”


“Aku pernah beberapa kali berkencan”


“Oh ya? Dengan siapa?”


“Denganmu”


Gelak tawa itu mengema, Lu Han yang terduduk di kursi dekat jendela kamarnya hanya mempautkan bibirnya. Sebal.


“Baiklah… berkencan? Terserah padamu!” ucap orang di seberang sana. “Lu…”


“Hmz….”


 “Tidak jadi… aku tutup telefonnya”


Lu Han mengernyitkan alisnya. “Baiklah, jaga kesehatan Gege di sana”


“Hmz… kau juga”


Klik.


Ponsel itu ia lempar tepat di atas kasur, Lu Han menatap hamparan kota Seoul di malam hari, ribuan lampu menyala di bawah sana, berbinar-binar seakan menghiasi jalanan.


Lelaki itu men egadahkan kepalanya keatas, melihat gelapnya langit yang berbintang. Ia merindukan tempat asalnya, ibunya, kehidupan tentramnya disana, anjingnya, juga seseorang yang baru saja ia hubungi. Bukankah sudah cukup lama juga ia meninggalkan China?



Lelaki itu mendesah berat lalu meraih tirai disampingnya menarik tirai untuk menutupi jendelanya. Ia berjalan menuju ranjangnya dan berbaring di atasnya. Mengistirahatkan tubuh lelahnya. Tak peduli  jarum jam di dinding kamarnya tengah menunjuk pukul satu malam kali ini. Ia lelah.

Komentar

  1. fighting eonni !! aku tunggu chapter selanjutnya yah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha udah chapter 6 noh! tapi bingung mau ngelanjutin apa enggak. lg males bgt. low ide

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

[FF Oneshoot] Really Love You...

SKSD