[FF Series] Marry a Boy (Chapter 3)
Marry
a Boy (Chapter 3)
||Author
: Octhavia || Title : Marry a Boy || Cast : Lu Han, Kang Eun Jae (oc), Wu Yi
Fan || Rating : PG || Genre : Romance,
Comedy, Marriage Life, AU and others || Length : Chaptered || Author’s personal
blog :
“Aaa…….”
Eun
Jae tengah berada di depan komputernya dan ia berteriak keras ketika ia melihat
satu gambar yang terpampang jelas di layar monitor.
“Demi
Neptunus!! Kyuhyun sangat-sangat tampan. Oh… bahkan meski dengan tubuh tanpa
sixpacknya” ia mengoceh, memuja, berharap dengan sebuah gambar.
Dan
Luhan yang terasa terabaikan kedatangannya bahkan hanya menatap Eun Jae dari
tempatnya berdiri.
“Apa
gunanya menyukai ahjusi tambun sepertinya?” ucapnya dengan nada kritik yang
tajam. Luhan bahkan sengaja mengeraskan suaranya agar terdengar jelas oleh Eun
Jae.
Gadis
itu menoleh.”Memangnya kenapa jika dia tambun?
Dia bahkan masih terlihat tampan dan menarik bagiku”
Luhan
terkekeh sebentar.”Lelaki itu malah terlihat seperti appa beruang”
Eun
jae menatap tak suka. Yang benar saja!!! Jika Kyuhyun appa beruang pasti hampir
banyak gadis yang ingin menjadi eomma beruang. Eun Jae yakin itu.
“Hohoho..
menggelikan sekali ketika kau mengatakan jika Kyuhyunku terlihat seperti appa
beruang. Setidaknya Kyuhyun itu tetap keren”
“Apa
bagusnya dia? bukankah dia seorang public figure? Seharusnya dia lebih peduli
terhadap tubuhnya, minimal buat saja sixpack pada perutnya itu, lalu menarik
antusias para wanita. Bukankah itu yang biasa dilakukan artis sepertinya? Pamer
tubuh”
Lu
Han duduk di sofa kosong di dekat Eun Jae, ia sedikit melirik layar monitor itu
dan menarik sudut bibir kanannya keatas. “Bahkan aku yang tak seorang public
figure mempunyai sixpack”
Eun
Jae menatap tak suka.”Oh… apa urusanmu dengan Kyuhyunku? Kau tak tahu apapun
tentangnya, jadi jangan banyak komentar. Paham?”
Lu
Han memutar bola matanya jengah. Ia menyandarkan punggungnya ke sofa. Lelaki
itu menghembuskan nafasnya panjang seakan membuang rasa lelahnya.
“Kau
mengerjakan tugas dosen lagi?” Tanya Eun Jae meski matanya tak menatap Lu Han,
gadis itu masih mencoba mencari-cari foto Kyuhyun yang lain.
“Ya,
akhir-akhir ini dosennya sedikit sensitive. Aku harus terlihat sempurna jika
tak ingin merevisi ulang. Itu melelahkan”
Eun
Jae mengangguk paham, dulu dia juga mengalami hal serupa. Saat-saat seperti itu
lah yang dulu membuatnya sulit.
“Mau
kubuatkan teh?” tawar Eun Jae.
Lu
Han menegakkan kepalanya, Laki-laki itu tak percaya dengan yang baru saja ia
dengar. Gadis yang lebih galak dari anjing Suho mau membuatkannya teh?. Ini
keajaiban.
“Kenapa?
Kau tak percaya aku bisa membuatnya?” Eun Jae sangsi di tatap seperti itu.
Kepala
Lu Han menggeleng. “Tidak. Aku hanya….”
“Hanya
apa?”
Lu
Han terdiam sebentar. “Sudahlah, aku mau mandi” Ia beranjak dari tempat
duduknya dan menyeret tasnya masuk ke dalam kamar tamu. Kamar penampungannya.
***
“Aku
pulang” Kris melonggarkan dasi merah maronnya lalu ia menghempaskan tubuh
lelahnya di atas sofa empuk berwarna abu-abu.
“Aku
sudah menyiapkan air hangat untuk kau mandi. Apa kau juga perlu pakaianmu
kusiapkan juga?” Aurora berjalan mendekati suaminya tapi ia berhenti dan
berdiri lima langkah dari tempat Kris terduduk. Ia tak pernah berani mendekati
lelaki itu lebih dari ini.
“Tidak
perlu. Kurasa itu cukup” tak ada nada lain selain intonasi datar yang Kris
lontarkan. Tidak ada kata manis. Tidak juga ada penyambutan hangat di rumah
kecil itu. Semua datar. Semua dingin. Bahkan penghangat ruangan pun tak akan
bisa membuat rumah itu hangat lagi.
Aurora
terdiam.
Kris
juga terdiam.
“Baiklah,
kalau begitu… aku tidur dulu, selamat malam” Aurora berbalik dari tempatnya dan
berjalan menuju kamarnya.
“Apa
kau makan dengan baik?” Kris buka suara. Meski begitu nadanya tak berubah.
Kepala
Aurora mengagguk.”Kau tenang saja. Aku makan dengan baik. Jadi, tak perlu
mengkhawatirkan aku”
Aurora
tersenyum simpul. Lelaki bernotabene suaminya itu ternyata juga memiliki
sedikit perhatian untuknya. Sedikit. Meski sedikit.
“Kapan
bayi itu lahir?”
Aurora
terdiam, suaminya juga perhatian terhadap janin yang tengah ia kandung. Hati
gadis itu berbunga-bunga, merekah seperti musim semi. “Kandunganku baru
memasuki usia delapan belas minggu dan untuk melahirkan kurasa itu masih cukup
lama”
Kris
menegakkan kepalanya.”Tidurlah. aku akan mandi dan tidur dikamarku. Selamat
malam” Lelaki itu berjalan menuju kamarnya membawa tubuh lelahnya memasuki
pintu kayu itu.
Aurora
mendesah. Sulit baginya menyadari bahwa pernikahan ini hanya kamuflase. Sulit
baginya untuk terbangun bahwa Kris tak bersungguh- sungguh memberinya
perhatian. Bahkan sikap dingin Kris lebih bisa ia terima ketimbang perhatian
kecil Kris yang seakan terus menarik-ulur perasaannnya. Ia berada di posisi
yang disalahkan. Egoiskah? Tak terasa satu air mata menetes membasahi bajunya.
Selanjutnya gadis itu memasuki kamarnya dan mungkin akan membenamkan dirinya di
bawah selimut tebal. Ia menangis.
***
“Ku
pikir kau tak akan keluar lagi” Eun Jae menatap Lu Han yang baru saja keluar
dari kamarnya.
“Siapa
yang tak akan keluar? Aku? Yang benar saja? Aku lapar, jadi aku mau buat
makanan” Lu Han melangkahkan kakinya menuju dapur.
Eun
Jae berlari dari tempatnya duduk, gadis itu kini malah menghadang jalan Lu Han.
“Tidak
perlu. Aku tadi sudah membelikanmu makanan. Aku juga sudah menghangatkannya di
meja makan. Kau hanya perlu memakannya”
Lu
Han terdiam. Ya.. Ampun lelaki ini benar-benar diam. Dia masih menatap Eun Jae
tak percaya.
“Kau
ini lucu sekali”
Eun
Jae menatap bingung.”Apanya yang lucu?”
Lu
Han mendesah pelan.”Kau tadi mengira bahwa aku tak akan keluar dari kamarku
tapi ternyata kau bahkan sudah menghangatkan makanan untukku? Apa kau mulai
menyukaiku?”
Mata
Eun Jae membulat.
“Ti
tidak. Aku hanya mengucapkan rasa terimakasihku padamu, aku hanya sedikit
merasa bersalah karena terus memintamu memasak untukku. Jangan anggap
berlebihan. Aku hanya melakukan ini sekali, selanjutnya, kau harus tetap
memasak”
Lu Han mendecakkan lidah setengah tertawa.
Lelaki itu meraih tangan Eun Jae dan menggenggamnya erat. “Jika kau ingin
berterimakasih, jangan melakukannya setengah-setengah begini. Temani aku makan,
itu akan menjadi lebih baik”
Lu
Han menggeret tangan Eun Jae dan mendudukkan gadis itu di kursi yang berhadapan
dengannya. Eun jae hanya terdiam sembari melihat Lu Han. Sebenarnya ia juga
ingin bertanya tentang Lu Han. Lebih tepatnya memastikan. Baiklah, ia jujur. Ia
tidak sepenuhnya berterimakasih kepada Lu Han. Ada yang harus ia tanyakan
kepada Lu Han. Tentang lelaki itu.
“Mm….
boleh aku bertanya?” Eun Jae buka suara. Sedangkan Lu Han menatapnya sembari
masih terus mengunyah.
“Bertanya
apa?”
Eun
jae menelan ludah. Tangannya mencoba menggapai gelas di sampingnya dan
menuangkan air ke dalamnya. Ia meminum sedikit. Ia benar-benar gugup.
“Lu…”
ia berhenti
“Apa
kau ini benar-benar gay?”
***
Apa yang sebenarnya di
lakukan bocah ini? Oh Tuhan… aku melihatnya berpelukan dengan lelaki lain di
atas ranjang. Aku hanya bisa menatapnya setengah tak percaya. Tidak. Lelaki
tadi itu sangat tampan. Iya dia tampan. Tapi aku baru saja melihatnya
berpelukan dengan Lu Han di atas ranjang. Parahnya itu ranjang kamarku.
Salahkan eomma yang mengijinkan mereka memasuki kamarku.Hei…. Bahkan Lu Han belum
genap tiga jam menginvasi apartemenku dan kini dia sudah membuat masalah?
Yakin! Aku membuat keputusan yang salah
mempersilahkannya masuk tadi.
Aku masih menyilangkan
kedua tanganku di depan dada tepat di depannya. Lelaki yang bersama Lu Han
bahkan sudah pergi setengah jam yang lalu. Sekarang aku berada di ruang
televisi. Lu Han malah asik menonton sembari sedikit bergumam. Tak peduli
padaku yang terus menatapnya sedari tadi.
“Sepertinya ada yang
masih harus kita bicarakan disini” aku menatap Lu Han. Bocah itu meraih remote
dan mengecilkan suaranya lalu menatapku seakan tak berdosa.
“Membicarakan apa?”
“Bisa kau jelaskan
kejadian tadi?”
Bocah itu mengaruk
kepalanya.”Maksudmu?”
“Jangan pura-pura tak mengerti maksudku.
Kejadian kau bersama lelaki tadi di kamar setelah eommaku pergi. Jelaskan
padaku”
Lu Han mendesah.”Apa
yang perlu aku jelaskan? Aku yakin kau juga tahu”
Apa yang aku tahu?. Nothing.
Tidak mungkinkan aku hanya berkeyakinan pada spekulasiku saja. Itu tak masuk
akal meski pada beberapa kasus lain aku tetap percaya akan intuisiku.
“Apa yang kau tahu
tentang yang aku tahu?” aku bertanya pada Lu Han.
Bocah itu malah
tersenyum menyindir. Aku menggeser sedikit posisi dudukku untuk benar-benar
berhadapan dengan bocah dua tahun lebih muda dariku itu.
“Pikiranmu itu sangat
mudah ditebak, sama seperti pikiran pertama orang lain yang muncul jika
melihatku tadi”
Hm… Jika. Sayangnya itu
hanya jika ada orang lain lagi yang melihat selain diriku tentang kejadian
tadi. Mungkin saja, aku tak perlu mengorek-ngorek kebenaran seperti
penginterogasian polisi begini.
Aku terdiam, Lu Han
juga terdiam. Kami hanya saling menatap tak bersahabat. Beginikah susahnya
membuat dia mengaku?
Aku mengambil nafas
dalam, lalu menghembuskannya perlahan.”Baiklah, anggap aku tidak tahu apa-apa,
maka aku mulai bertanya padamu” aku mengambil nafas sebentar “Apa kau menyukai
lelaki tadi?”
Aku menatap Lu Han
dalam. Mencoba membaca dirinya dari pancaran matanya. Mencari tahu jawaban
tersirat disana.
“Apa yang harus aku jawab?”
Demi Poseidon dewa
lautan. Apa dia bercanda? Aku bahkan tak mengerti mengapa bocah ini malah
terlihat sangat berbeda dari pertama kali aku bertemu dengannya. Dimana Lu Han
yang baik, ramah,sopan dan penurut yang eomma ceritakan?
Kurasa eomma membawa
lelaki yang salah.
Aku mengedikkan bahu
sedikit.”Aku tidak tahu. Semua ada dirimu. Apa yang akan kau jawab?”
Lu Han memutar-mutar
remote. Lelaki itu malah seakan-akan berpikir. Benarkah ini pertanyaan yang
sulit? Aku tidak tahu.
Satu menit
Dua menit
Lima menit
Lima menit empat puluh
detik
Okey, enam menit.
“Hm… Lu..”
“Kalau iya, bagaimana?”
Aku membulatkan mataku.
Apa?
***
“Siapa
namanya?” Eun Jae masih berpegangan dengan segelas air putih dan Lu Han masih
menghabiskan makanannya.
“Zhang
Yixing”
Eun
Jae mengangguk-angguk mengerti. “Jadi… berapa lama kalian berhubungan?”Lu Han
meletakkan sendoknya.
Bocah
itu menatap Eun Jae tak suka. “Kau benar-benar ingin tahu tentangku ya?”Kepala
Eun Jae mengangguk lagi.”Jangan salah paham. Kita inikan sekarang hidup
bersama. Tidak adil jika kau hanya tahu bagaimana kehidupanku saja, sedangkan
aku hanya memiliki pengetahuan yang paling dangkal, tentangmu”
Lu
Han malah mendekatkan wajahnya menepis jarak antara ia dan Eun Jae. Mata gadis
itu membulat sempurna, ia juga terpaksa perlahan-lahan memundurkan punggungnya
agar tetap ada jarak diantara mereka.
“Kau
benar-benar ingin tahu tentangku?”
Suara
Lu Han terdengar serius. Eun Jae hanya terpaku. Lu Han hanya berjarak lima
inchi dengannya. Terpaan nafas Lu Han pun mampu ia rasakan. Mata Lu Han tajam
menatapnya.
“Hm…
Lu, bisakah kau…”
Ini
gawat! Lu Han sekali lagi memajukan kepalanya semakin dekat sedangkan Eun Jae
sudah terpojok, sedikit lagi ia mundur, mungkin ia bisa terjatuh dan dengan
beruntungnya mencium lantai apartement.
“Ada
apa?” Tanya Lu Han.
“Hm…
bisa kau mundur?” pinta Eun Jae. Tangan gadis itu malah sudah berpindah di dada
Lu Han memberi penekanan disana agar Lu Han mau berhenti mendekatkan wajahnya.
Dan
Lu Han berhenti ketika hidung mereka terasa saling bersentuhan.
Eun
Jae tak mampu berkedip. “Bukankah ini terlalu dekat?” gumamnya dalam hati. Dia
berharap Lu Han tak mampu mendengar debaran di jantungnya. Itu mengerikan.
“Ku
beritahu..” bisik Lu Han. Kepala lelaki itu semakin dekat dan Eun Jae menutup
matanya cepat.
***
“Jong
In?” gadis itu berdiri dari tempatnya duduk dan berhambur memeluk Jong In yang
sedang bersandar di dinding dengan tangan bersidekap.
“Apa
yang membawamu kemari?” Tanya sang gadis setelah melepaskan pelukan eratnya ia
tersenyum lebar menatap wajah Jong In.
Jong
In masih diam di tempatnya, mata lelaki itu tajam menatap sang gadis.
“Ada
apa? kenapa menatapku seperti itu?”
“Kim
Song Jin… bisa jelaskan aku tentang Lu Han?” ucap Jong In.
Gadis
itu terpaku.
“Lu
Han…” gumam Song Jin lirih.
Jong
In menganggukkan kepalanya.
***
“Akh… Sial!” Aku
mengacak rambutku.
“Ada apa?” Yixing
menatapku.
“Kau mengatakan ada apa?
Kau lihat betapa ia terkejut melihat kita tadi? Sekarang apa yang harus aku
lakukan?”
Yixing menyipitkan mata
tidak suka. “Panggil aku gege! Pokoknya kau harus memanggilku gege dulu”
Aku mengerang frustasi.
Mengapa aku harus mempunyai sepupu sialan seperti Yixing?
“Okey, okey… hm…. Gege,
apa- yang –harus- aku- lakukan?” aku menekan setiap katanya, seperti
menyiratkan bahwa aku benar-benar membutuhkan pertolongannya.
Yixing berdeham sejenak
dan diam, seperti sedang memilih kata-kata atau mungkin sedang memikirkan cara
apa yang tepat untuk mengelak pertanyaan yang kira-kira akan Eun Jae tanyakan
nanti.
Dan aku? Oh.. aku lebih
baik untuk berjalan bolak-balik sembari terus memikirkan apa yang akan terjadi.
Kami bahkan belum beranjak dari kamar gadis itu.
Ini seperti acara kuis
dengan soal yang paling sulit. Tergantung keberuntungan akan berpihak kemana.
Kenapa bisa gadis itu
datang disaat aku malah terjatuh bersama Yixing di atas ranjang kamarnya? Dia
hanya ternganga tak percaya, mulutnya terbuka sedikit lalu berteriak keras “Apa
yang kalian lakukan di kamarku?” telingaku nyaris tuli mendengar suara
nyaringnya itu.
“Kau sudah
menemukannya?”
Yixing menggeleng.
Aku menyerah. Percuma.
Sepertinya tak akan ada jalan keluar.
“Lu…”
“Hm…” aku menoleh kearah
Yixing.
Lelaki itu
menatapku.”Bagaimana jika berpura-pura menjadi gay?”
Aku menatapnya setengah
tak percaya. Aku tidak tulikan?
“Kau gila! Bagaimana aku bisa berpura-pura
menyukai sesama jenis begitu?”
Yixing berdiri dari
ranjang Eun Jae.”Masalahnya jika kau tidak berpura-pura, aku yakin kau akan di
tendangnya keluar dari apartement. Kau lihat gadis itu tadi menatapmu? Dia
sudah seperti singa betina yang siap untuk mengusirmu”
Aku terdiam, akh… benar
juga. Sedari awal aku datang hanya bibi Kang saja yang terlihat ramah padaku.
Dialah yang mempersilahkan aku dan Yixing memasuki kamar Eun Jae. Bahkan gadis
itu tak sama sekali bertanya padaku, bahkan tersenyumpun karena perintah bibi
Kang. Apa yang di katakan Yixing ada benarnya juga. Gadis itu mungkin saja bisa
menendangku keluar. Tidak. Itu tak boleh terjadi. Mana ada calon istri
menendang calon suaminya keluar dari apartement mereka. Tidak boleh terjadi.
“Kau benar”
“Aku benarkan? maka dari itu, mulai sekarang
panggil aku gege!”
Aku melirik Yixing,
mengapa sepupuku ini terobsesi untuk menjadi kakak lelakiku sih?
***
“Kau
pergi kesalon ya? Kukumu terlihat cantik”
Eun
Jae membulatkan mata. Lu Han baru saja membisikkan kalimat tadi di telinganya
dan sekarang bocah itu sedang menyelesaikan makanannya.
“Sialan
kau!” gumam Eun Jae kearah Lu Han.
Lu
Han hanya menaikkan setengah ujung bibirnya. Lelaki itu baru saja mempermainkan
Eun Jae dan gadis itu nampak kesal.
“Jadi
jawabanmu apa?” tanya Eun Jae.
“Apa
yang perlu aku jawab?”
Eun
Jae mendesah, ia terlihat kesal mendapati Lu Han yang berpura-pura
menghiraukannya dan lupa akan pertanyaannya tadi.
“Kau
tidak lupa ingatan Lu. Aku yakin kau masih ingat sekali tentang pertanyaanku
tadi”
Lu
Han berhenti makan. Lelaki itu membiarkan setengah makanannya tergeletak begitu
saja.
“Memangnya
kenapa? Tumben sekali kau bertanya perihal pribadi padaku”
Eun
Jae terdiam. Ia seperti tengah memilih kata-kata yang pas untuk diucapkan pada
Lu Han.
“Hm…
itu karena aku, aku ragu kalau kau seorang gay” ucapnya setengah terbata.
“Apa
yang membuatmu ragu? Bukannya selama ini kau juga tak ragu denganku, lalu
kenapa tiba-tiba ragu?”
“Masalahnya,
tadi aku bertemu dengan teman se kampusmu dan mereka bilang bahwa kau termasuk
lelaki popular yang selalu bergonta-ganti pacar. Aku tidak yakin sih, kalau
mereka benar-benar temanmu, tapi pengambaran mereka tentangmu itu sangat nyata.
Jadi..”
“Jadi?”
Eun
Jae menatap garang. “Jangan menyelaku!” ucapnya.
“Jadi
kupikir kenapa tak kutanyakan padamu langsung” lanjut Eun Jae.
Lu
Han hanya mengangguk paham.
“Jangan
hanya mengangguk! Apa jawabanmu?”
“Apakah
aku harus menjawabnya?”
Eun
Jae menatap jengah.”Tentu”
“Baiklah..”
“Aku…
aku…”
“Bukan
gay”ucap Lu Han.
***
Eun
Jae terbangun. Tepat pukul enam pagi. Ia beranjak dari ranjang untuk mandi dan
berpakaian. Setelahnya ia berjalan keluar dari kamarnya menuju dapur.
“Kau
sudah bangun?” Tanya Lu Han.
Eun
Jae tergelak sesaat. Dia baru saja menyadari bahwa LuHan juga telalu sering
bangun pagi. Gadis itu lalu hanya melengos berbalik menghindari LuHan yang
sudah terduduk di meja makan.
“Kau
marah padaku?”
Eun
Jae berhenti melangkah. Ia menghembuskan nafasnya sebal.”Kenapa berbohong
padaku?”
“Kebohongan
yang mana?”
Eun
Jae berdecak sebal.”Menurutmu yang mana?”
“Aku
tidak akan menjawab sebelum kau redamkan marahmu itu dan duduk di depanku ini”
Eun
Jae memejamkan matanya sesaat. Gadis itu tengah menetralkan amarah yang
berkecamuk dalam dirinya sejak tadi malam. Lalu ia berbalik dan melangkah duduk
di hadapan LuHan.
“Bagus”
LuHan menyendokkan satu sayuran kedalam mulutnya.
“Kenapa
berbohong padaku?”
“Karena
kau sangat terlihat ingin menendangku keluar disaat pertama kali kau tahu aku
akan tinggal disini bersamamu”
Eun Jae menurunkan pundaknya.”Oke! jika alasanmu
itu. Mungkin kau benar! aku memang ingin menendangmu keluar dari apartement
setelah eomma pergi. Tapi setelah aku tahu kau GAY jadi kupikir tidak apa-apa,
cih… ternyata itu pura-pura”
“Tebakanku
benarkan”
Eun
Jae mencibir lagi.
“Lalu
bagaimana? Kau masih ingin menendangku setelah tahu bahwa aku bukan gay?” Tanya
LuHan menatap serius kearah Eun Jae.
“Aku
pikirkan nanti. Aku pergi dulu”
Lu
Han mengusap wajahnya kasar. Di lihatnya Eun Jae yang telah hilang di balik
pintu.
Dia
sedikit mengerang. Menjatuhkan sendok makannya.
Kapalanya
terasa berdenyut. Kemarin baru saja ia bertemu dengan Jong In dan sekarang dia
memiliki masalah dengan Eun Jae. Itu karena pengakuannya dan Lu Han sadar
sekali akan hal itu.
Tapi
tentang Song Jin.
Gadis
masa lalunya.
Bagaimana?
Lu
Han mengusap sekali lagi wajahnya.
***
Jong
In menatap Song Jin yang duduk dihadapannya.
“Bagaimana?”
Jari
lentik Song Jin terdengar mengetuk meja.”Aku rasa, aku menyukainya”
Jong
In menghembuskan nafas kasar.”Dan kau berkhianat pada LuHan?”
Song
Jin mengangguk.
“Ya
Tuhan! LuHan sahabatku dan kau mengkhianatinya selagi aku tidak ada?”
“Awalnya
kupikir tidak apa-apa. dia pasti akan mengerti. Selama inikan, aku berpacaran
dengannya karena perintahmu. Seharusnya dia sadar bahwa aku benar-benar tak
sungguh-sungguh bersamanya”
“Song
Jin. Kau membuatku frustasi sekarang. Aku benar-benar merasa bersalah pada
LuHan. Berapa lama kalian sudah berpisah?”
“Satu
tahun. Tepat satu bulan setelah kau pergi ke Amerika”
Jong
In mengusap wajahnya kasar. Ia tak menyangka sahabatnya ini dapat melukai
sahabatnya yang lain. “Lalu berapa lama kau berhubungan dengan lelaki yang kau
sukai itu?”
“Satu
tahun dua bulan” Song Jin mempautkan bibirnya.
“Kau
sudah bertemu dengan Lu Han lagi?”
Song
Jin menggeleng.”Aku takut”
Jong
In memalingkan wajahnya dan membuang nafas kasar.”Lalu kenapa kau berselingkuh
kalau begitu?” ucapnya lirih nyaris tak terdengar.
***
TBC (?)
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
“Lu!
Kau kenapa?”
LuHan
menengokkan kepalanya dan mendapati Kris berada di sisinya.
“Tidak
apa-apa Seosangnim. Hanya saja sepertinya aku terancam terusir”
Kris
menyipitkan matanya tak mengerti.”Terusir? dari apartementmu? Memangnya kenapa?
Kau tak membayar tunggakannya?”
LuHan
menggeleng. “Bukan itu seosangnim. Ada masalah yang lebih rumit dari itu”
Kris
mengangguk.”Baiklah. tapi kalau kau butuh bantuan, bicaralah padaku. Aku akan
membantumu”
Lu
Han tersenyum.”Terima kasih Seosangnim”
Kris
menepuk pelan pundak Lu Han. Laki-laki itu lalu berjalan pergi meninggalkan Lu
Han yang masih menatapnya dengan senyum tipis yang sebenarnya jarang ia
tunjukkan.
Tanpa
beranjak dari tempatnya berdiri. Lu Han meraih ponselnya dan menekan tombol
nomor Yi Xing. Berulang kali terdengar nada sibuk, dan berulang kali dengan tak
sabar Lu Han menghubunginya, hingga kemudian terdengar sapaan yang renyah.
“Hello…
hi! Kau tidak bisa sabar sedikit?”
Lu
Han melangkah.”Tidak”
Yi
Xing terdiam sejenak.”Oke, baiklah. Ada apa?”
“Aku
terancam akan diusir”
“Apa?
kenapa?”
Lu
Han berdecak.”Aku mengakuinya, aku merasa tak nyaman dia bertanya padaku terus”
“Oke..
lalu apa rencanamu selanjutnya?”
Kepala
LuHan menggeleng.”Aku tidak tahu”
“Kau
yakin? Bagaimana aku bisa membantumu?”
“Entah!
Aku tidak tahu juga”
Mereka
saling terdiam.
“Oya,
kemarin aku bertemu Jong In”
“Lalu?
Apa dia bertanya tentang Song Jin?”
“Ya”
“Emm….
Kau bagaimana?”
Luhan
terdiam. Berhenti melangkah.
***
“Menurutmu
apa aku harus mengusirnya?”
Hyerin
yang berputar-putar dikursinya dan terdiam beberapa saat.”Jangan. kau lihat
sendiri, ya… meskipun dia bukan gay, setidaknya dia bisa membantumu mengurus
rumah dan menghemat biaya makan”
Kepala
Eun Jae mengangguk-angguk setuju.”Tapi aku masih tak bisa memaafkannya yang
telah membohongiku”
“Pengecualian
yang itu sih”
Mereka
saling terdiam.
“Oya.
Aku punya satu berita, tapi aku tidak tahu apa kau suka dengan berita ini
tidak”
Mata
Eun Jae menyipit.”Berita apa?”
“Aku
dengar, Kris telah kembali ke korea”
Eun
Jae menatap Hyerin tajam. Sedikit berdecak. Kemudian berpaling.
“Aku
tidak peduli”
***
Aku
muntah
Tepat
setelah Lu Han menutup pintu apartement
Seluruh
sayuran yang ku makan sepertinya keluar begitu saja, bahkan aku masih bisa
merasakan rasa pahit di seluruh lidahku yang membuatku ingin terus muntah.
Perutku tak henti untuk bergejolak dan tubuhku nyaris tak bisa diajak berdiri.
Lu
Han yang mendengarkanku muntah –yang aku yakin akan terdengar sangat menjijikkan-
segera berlari kearahku, dia membuang tasnya sembarangan dan berlari
pontang-panting mengambil baskom, handuk dan segelas air putih. Dia menyuruhku
berkumur dengannya. Aku bahkan tak tahu bagaimana caranya ia bisa membawa
banyak barang seperti itu. Aku tidak peduli. Aku ingin muntah.
Meski
tak berhasil, aku kembali muntah. Lu Han memijat tengkukku, seakan membantuku
untuk mengeluarkan segala apa yang ada di dalam perutku.
“Kau
makan sayuran?”tanyanya bingung.
Aku
mengangguk. Aku tidak peduli dengan kemarahanku padanya.
“Kenapa
memakan sayuran jika kau tak suka?” tangan Lu Han masih memijat tengkukku.
Memberikan sedikit tekanan disana. Dari nadanya ia terdengar sangat khawatir.
Aku
menelan air liurku.“Tidak ada makanan. Jadi aku membuka lemari es dan hanya ada
sayur disana. Aku lapar. Jadi aku makan”
Lu
Han berdecak.”Bodoh! kenapa tak membeli makanan saja? Atau menghubungiku” sial!
Bahkan disaat seperti ini dia masih saja mengejekku.
Aku
menggeleng pelan.”Aku tak ingin merepotkanmu” aku muntah lagi dan Lu Han tetap
memijat tengkukku.
“Sudah enakkan?” aku mengangguk
mengiyakan.
Lu Han memapahku hingga ke ruang tivi, aku dan
dia berbaring di atas sofa dengan tersenggal-senggal. Perutku kini kosong dan
aku sudah seperti mayat hidup sekarang, tak bertenaga sama sekali.
“Sebentar kubuatkan bubur. Sepertinya kau butuh asupan tenaga!” aku
mengangguk pasrah, Lu Han segera membuatkan bubur untukku, sembari menunggunya,
aku perlahan berjalan ke kamar untuk bergati baju, bajuku bau setelah insiden
muntah itu.
Kurasa
Lu Han benar. aku ini bodoh! Sudah tahu tak suka sayur tapi tetap saja memakan
sayurnya. Sialnya perutku seakan berpendapat sama. Dia menolaknya.
Tok
tok tok….
“Kau
ada didalam?”
“Ne!
masuk saja Lu”
Knop
pintu berputar dan Lu Han masuk dengan meja kecil lengkap dengan makanan di
atasnya, ia berjalan kearahku dan meletakkan makanan tepat di hadapanku. Bocah
itu menarik kursi kayu mendekati ranjang dan terduduk disana.
“Biar
kusuapi”
Aku
menggeleng. “Tidak usah. Aku masih bisa makan sendiri”
Kami
saling terdiam. Aku yang mulai menyuapkan bubur kedalam mulutku dan Lu Han yang
masih tetap menemaniku.
“Kau
masih marah padaku? Dan masih mau mengusirku?”
Aku
menghentikan tanganku yang tengah mengaduk bubur. “aku tidak tahu”
Lu
Han mengusap tenguknya sebentar.”Bagaimana jika aku tak mau untuk pergi kalau kau tetap mengusirku?”
“Maksudmu?”
aku menoleh pada Lu Han. Bocah itu malah menatapku serius.
“Meski
kau mengusirku keluar, aku tetap tak akan meninggalkan apartement ini, kau
lihat, bahkan kau tak bisa mengurus dirimu sendiri saat muntah begini”
Aku
berdecak sebentar. “Kau tak mau keluar karena mengkhawatirkan aku?” aku tertawa
sedikit tapi kepala Lu Han malah menggeleng.
“Lalu
kenapa?”
“Karena
aku menyukai tempat ini”
Aku
mengangguk-angguk sok mengerti.
***
Tbc
Komentar
Posting Komentar