[CERPEN] Antara Tokyo dan Kyoto -dipublish di majalah orbit (majalah sekolah)-
source: google image
Dalam postingan saya sebelumnya menuliskan jika saya dulu sempat menulis cerpen dan terpublish dalam sebuah majalah sekolah. Salah satu cerita yang terpublish adalah cerpen 'Antara Tokyo dan Kyoto'. Sebelumnya, saya akan bercerita tentang cerita ini. Saat itu saya sedang tidak terlalu tergila-
gila dengan Korea karena sebenarnya saat menulis cerita pendek ini saya masih di bangku sekolah menengah. Saya sendiri menuliskan cerita ini pada awalnya di sebuah buku tulis berwarna yang memang sudah saya patenkan untuk menulis cerita. Sebagai seorang siswi yang berada di asrama bagi saya menulis adalah suatu penghiburan tersendiri, penuang imajinasi saya.
Saya baru saja selesai membaca sebuah buku pengalaman-pengalaman orang Indonesia muslim yang tinggal di Jepang, Bagaimana mereka menjalani kehidupan Islam di negara tersebut dan bagaimana Jepang terhadap para umat muslim. Dari situ lah saya tertarik membuat cerita pendek ini. Saya belum pernah ke Jepang. Maka dari itu sangat banyak referensi yang harus saya baca. Sampai saat masa SMA saya memberanikan diri mengajukan cerita pendek ini ke crew majalah dengan sudah saya editing tentu saja. Sebenarnya saya berencana untuk membuat cerita panjangnya dari cerita pendek ini. Bagaimana menurut teman-teman??
Antara Tokyo dan Kyoto
“Come on, Ana-san!” Casandra melototkan matanya
kearahku dan dengan senyumku yang hanya terpaksa, aku pergi keluar apartement.
“Dah…… sampai bertemu nanti!”ucapnya
sembari melambaikan tangannya lalu pergi begitu saja dari hadapanku.
“Fuch……..”ku hembuskan nafas
panjang, tanganku membenarkan letak syal di leher dan merapatkan jaket lalu kumasukannya
ke dalam saku.
Musim dingin di Tokyo tahun ini,
sangatlah dingin,apalagi aku yang baru beradaptasi oleh keadaan baru Tokyo,
walaupun 1 bulan lagi aku akan kembali ke tanah air.
Langkahku berhenti didepan salah
satu masjid di kota Tokyo. Hari ini aku ada jadwal mengajar anak-anak mengaji.
“Assalamualaikum!” suara berat dan
tegas seketika membangunkanku dari lamunan.
“Waalaikumsalam!” aku menjawab sambil
menoleh ke sumber suara yang tepat di samping kananku.
“Burhan-san?” pelan ku ucap nama
itu, dia berdiri 5 langkah dariku.
“Bagaimana kabar Ana-san disini,
baik-baik sajakan?”
“Alhamdulillah, saya baik-baik saja,
oh iya…. Bukannya Burhan-san sudah kembali ke Indonesia?”
“Iya”
“Kenapa kembali?” selidikku
Burhan-san menoleh kearahku yang
juga sedang melihatnya, ku kerutkan mata ingin tahu dan dia hanya tersenyum
kecil,sembari kembali melihat kedepan.
“Sudahlah masuk, udara dingin kota
Tokyo pasti belum sesuai dengan suhu tubuh Ana-san !”ujarnya mendahuluiku
memasuki masjid.
“Hey, Burhan-san belum menjawab
pertanyaan saya!”teriakku tapi dia tetap berjalan kedepan.
“Dasar Aneh!”ucapku lalu
membuntutinya masuk.
@@@@@@@
Burhan-san mengajakku untuk minum
ocha (sebangsa teh hijau) di salah satu kedai di jalanan kota Tokyo.
“Ana-san terkejut, melihat saya
datang?” tanyanya membuka
“Tidak juga,kenapa saya harus
terkejut?”
“Ya…… mungkin karena bertemu teman
lama”jelasnya
Beberapa saat kami saling diam,
sambil menikmati ocha yang uapnya masih mengepul.
“Tak ada yang berubah dari Ana-san
rupanya”
“Burhan-san juga!” jawabku singkat
Sore itu, Tokyo berselimuti salju,
sorot matahari senja terpancar dari sudut-sudut jalan, tak ada yang
memerhatikan. Mungkin karena terlalu sibuk akan urusan masing-masing.
“Kalau Ana-san punya waktu luang
,silahkan mampir ke rumah saya di Kyoto” ujarnya disaat kami berdua akan
berpisah, aku mengganguk.
“Terimakasih ochanya”seruku
“Sama-sama, Assalamualaikum!”
“Waalaikumsalam”
Aku berjalan menuju apartement
sedang Burhan-san kembali ke Kyoto dengan kereta.
Pertama kali aku bertemu dengan
Burhan-san yaitu ketika kami tidak sengaja berpapasan di museum Art of Tokyo,
saat aku masih bersama Ken-san, guideku di Jepang.
Ken…….. Ken adalah pemuda Jepang
yang sangat memandang tinggi arti masa depan sama seperti remaja-remaja jepang
lainnya.jadi, tak heran jika ia sangat sibuk. Tapi ada satu hal yang membuatku
kagum padanya dia meluangkan waktu untuk membaca atau sekedar melihat buku-buku
sastra Indonesia. Ken-san juga seorang mualaf yang mengikrarkan 2 kalimat
syahadat di salah satu masjid di Kyoto.
Burhan-san adalah teman dari Ken-san
dan dari Ken-san lah aku mengenal Burhan-san, sejak itu kami bertiga selalu
meluangkan waktu untuk sekedar jalan-jalan mengelilingi kota Tokyo atau Kyoto,
minum ocha bersama bahkan melihat pesta Matsuri ataupun pergi ikut kajian.
“Assalamualaikum….” Salamku sehabis
membuka pintu Apartement.
“Waalaikumsalam….”Jawab Casandra.
Casandra adalah teman satu
apartement sekaligus teman seagamaku di jepang.
“Kamu sudah pulang, tolong cicipi
Sashimi dan Nabe buatanku!” aku menghampirinya dan mencicipi sedikit Nabe dan
Sashimi buatannya yang masih di atas kompor.
“Enak…”
“Tapi tak seenak buatanmu Ana-san!”
aku tertawa.
“Ehm….. Tadi kamu pergi minum ocha
dengan Burhan-san ya…?” lanjutnya
“Kok kamu tahu?”
“Aku tadi pergi keluar sebentar dan
melihatmu berjalan bersama Burhan-san, waktu aku mau memanggilmu kamu sudah
terlebih dahulu masuk ke kedai”
“O….. maaf dech kalau begitu”
“CLBK nie….?”ledek Casandra dengan
logat Indonesia yang sedikit aneh.
“Gosip, Aku dan Burhan-san hanya teman biasa,dulu kami
bersama karena Ken-san, kebetulan nihongo Burhan-san cukup bagus”
“Oh iya, bagaimana kabar Ken-san sekarang ya?”Tanya
Casandra dan aku hanya mengangkat bahu.
Setidaknya sudah 1 bulan belakangan aku tidak melihat
Ken-san di pelosok Tokyo atau di apartementku bahkan di tempatnya bekerja aku
tidak melihatnya.
@@@@@@@@@@@@@
Pagi ini salju turun cukup lebat, dinginnya mampu
menembus ruang penghangat bahkan tulang rusuk, sehabis subuh aku melanjutkan
tidur karena tak tahan oleh dinginnya kota Tokyo.
Akhir pekan ini, aku berencana mengunjungi rumah
Burhan-san di Kyoto, jarak Tokyo ke Kyoto tak sejauh Tokyo ke Sapporo.
Casandra mengantarku sampai stasiun sebenarnya dia
sangat ingin ikut, tetapi karena harus mencari bahan materi untuk makalahnya dia
terpaksa tidak mengikutiiku ke Kyoto.
Aku memasuki salah satu gerbong kereta dan mencari
tempat duduk yang kosong yang telah di sediakan, pemandangan di sepanjang jalan
terlihat begitu indah.
“Kau akan pergi kemana, nak?”Tanya seorang ibu-ibu di
sampingku
“Kyoto” ibu itu menatap kepalaku lekat,mungkin karena
kerudung yang aku pakai.
“Apa yang ada di kepalamu?”
“Ehm… ini kerudung untuk menutupi kepala”
“Apa kamu muslim?”
“Ya”
“Aku mempunyai tetangga persis sepertimu, dan dia
mempunyai seorang kakak sepupu yang tinggal tidak begitu jauh darinya, kakaknya
laki-laki dia juga menganut agamamu, sayangnya orangtuanya tidak mengijinkannya
lalu dia di larang keluar rumah hinnga saat ini”
“Apakah separah itu?”aku bertanya pada hatiku sendiri.
“Kau ingin menemui siapa di Kyoto?” Tanya ibu itu lagi
“Seorang teman yang baru saja terbang dari Indonesia”
“Baiklah, sepertinya kita akan berpisah, semoga lain
kali kita bertemu kembali”
“Ya……….”
@@@@@@@@@@@@
“Bagaimana perjalanannya?”Tanya Burhan-san setibaku di
rumahnya.
“Menyenangkan”
“Maaf, tidak bisa menjemput Ana-san di stasiun”
“Tidak apa-apa”
“Sulit tidak mencari rumah ini?”
“Tidak, orang-orang Kyoto sangat baik, jadi mereka
langsung mengarahkanku ke rumah ini”
“Oh iya, minum dulu ochanya”
“Terimakasih”
Segelas ocha aku minum perlahan, tiba-tiba seorang
wanita berjilbab biru langit dengan wajah oriental gadis Jepang datang sembari membawa senampan
makanan ringan.
“Silahkan…” ujarnya lembut.
“Terimakasih” wanita itu kembali kedalam
“Istri Burhan-sankah?”
“Bukan, dia adik sepupu Ken-san”
“Benarkah, o…. beberapa bulan belakangan saya jarang
sekali menemui Ken-san, apakah Burhan-san tahu tentang kabar Ken-san?”
“Saya kira Ana-san sudah mengetahui kabar Ken-san
sekarang?”
“Memangnya apa yang terjadi dengan Ken-san?”
“Ken-san melarikan diri dari rumahnya semenjak 3
minggu belakangan ini!”
Aku tersedak, bagaimana mungkin seorang Ken-san yang
sangat berbakti dan patuh bisa melakukan hal semacam itu.
“Apa yang terjadi pada Ken-san?”
“Orangtuanya tidak menginginkan Ken-san untuk berubah
keyakinan, hal itu sudah ia sembunyikan selama ia menjadi muslim,hingga suatu
hari, Ayahnya memergoki Ken-san sedang shalat, seketika itu Ken di geret keluar
dengan terpaksa tanpa memberi waktu untuk menyelesaikan shalatnya, berhari-hari
ia di kurung di dalam kamar hingga akhirnya ibunya yang merasa iba membantunya
pergi keluar rumah, saat ini Ayahnya sudah menyadari kesalahannya, tetapi itu
terlambat, karena sampai sekarang Ken-san masih saja belum di ketahui
keberadaannya”
Aku menganggukkan kepala mengerti, cerita yang aku
dengar dari ibu tadi mungkin yang di maksud adalah Ken-san, pantas Ken-san tak
pernah menghubungiku selama ini.
@@@@@@@@@@
Jam tangan metalikku menunjukkan pukul 16.00, aku
menunggu kereta menuju Tokyo, Akh…… ternyata hanya untuk menjadi seorang mualaf
di sebuah lingkungan yang tak kondusif terasa sangat sulit seperti halnya Ken-san yang baru masuk islam sudah di uji
dengan kekuatan iman.
Aku duduk di bangku dalam kereta, bersandar dan
melepas lelah, ku tengokkan kepala melihat ramainya stasiun Kyoto beberapa
orang sibuk berlari mengejar waktu, seorang wanita karir, beberapa anak SMA dan
seorang pemuda memakai jaket dan jam tangan yang berukir nama Ken. KEN….. aku memperjelas penglihatanku, dia Ken-san……
Kereta berjalan perlahan semakin cepat dan semakin
cepat setara aku kehilangan waktu untuk bertemu dengan Ken-san.
By :Ochaviani
(11 ipa 1)
21 juni 2012
To all my friend:
thanks for your sport!!!!!
Gomawoyo……!!! wighting…….!!!!!^_^
Komentar
Posting Komentar